Sabtu, 03
November 2012
Rentetetan
ketidakberuntungan dan kekecewaan yang hari ini saya alami, mungkin berawal
dari kesalahan kecil yang saya lakukan di permulaan hari. Pagi ini saya bangun
agak kesiangan dari biasanya padahal ini adalah hari Sabtu, berarti jadwal ke
sekolah. Huh, badanku masih terasa lelah. Entah mengapa beberapa pekan
belakangan ini saya begitu mudah merasa lelah. Saya harus bergegas menyiapkan
segala sesuatunya. Menyiapkan perlengkapan mengajar, menyetrika pakaian,
membereskan rumah lantai atas, menyiapkan sarapanku, dan sebagainya. Tapi, saya
tidak menemukan buku yang akan saya gunakan untuk mengajar hari ini. Berpikir
beberapa saat, iblis mulai membisikkan godaannya…”ya sudah, hari ini ga’ usah
ke sekolah dulu. Lagian kamu kan lagi tidak enak badan. Tubuhmu masih lemah.
Ditambah lagi kalau kamu ke sekolah kamu akan semakin kelelahan menghadapi
siswa-siswa yang bandel. Plus merasa super bĂȘte di ruangan kantor menunggu
giliran mengajar bersama dengan orang yang tidak easy going”. Dengan secepat
kilat kuraih handphoneku. Jemariku mengetik pesan singkat satu kepada wakil
kepala sekolah dan satunya lagi kepada rekan sesama guru, berniat untuk meminta
izin.
Sekedar
info, salah satu alasan mengapa saya tidak ke sekolah adalah demi menghemat
tenaga. Saya telah mengatur janji bersama teman-teman KKNku dulu untuk
menghadiri pesta pernikahan salah satu teman. Bahkan demi pesta pernikahan
temanku ini saya telah mengorbankan satu kelasku di tempat kursus, saya minta
izin dari pukul 14.30-15.30, sesuai perjanjian kami bertemu di depan Balla
Lompoa pada pukul 14.30. Saya pun sudah berdandan maximal.
Tiba di
kantor tempat kursus, saya sudah disambut oleh perasaan kecewa. Salah satu
studentku sedang di sidang dengan berbagai pertanyaan untuk mengetes sejauh
mana perkembangan Bahasa Inggrisnya. Dan apa yang terjadi? Oh My God, studentku
itu tidak mampu menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang ditujukan kepadanya.
Terus terang saya shock berat. How could she didn’t know anything? Beberapa
rekanku yang memberi pertanyaan kepada studentku itu berkata seolah meremehkan
kemampuan teachernya. Apabila student berkembang dengan lambat, lantas apakah
itu sepenuhnya kesalahan teachernya? Salah satu rekanku itu mulai membanggakan
dirinya bahwa metodenya lah yang paling berhasil, terbukti dari students yang
dihasilkannya. Di satu sisi saya mengiyakan, tapi di sisi lain menurutku ia
hanya beruntung karena students yang dia hadapi adalah students yang memang
sedari awal sudah cerdas. Tak sedikit kok students yang mundur akibat
ketidakmampuan mereka menghadapi pressurenya. Merasa terhina, seakan wajahku
diludahi.
Pukul 14.30,
saya belum juga mendapat kabar satupun dari temanku. Kuhubungi satu persatu
dari mereka untuk memastikan keberadaan mereka. Dan ternyata mengecewakan dua
orang pertama yang kuhubungi menyatakan alasan bahwa mereka tidak bisa ikut
serta. Orang ketiga yang kuhubungi akhirnya mengatakan ya. Kami pun janjian
bertemu di depan Kampus Unismuh. Namun, satu hal membebaniku lagi, jam sudah
menunjukkan hampir pukul 15.00. Segera kutancap gas motorku. Namun,
diperjalanan, macet dan hujan gerimis menyertaiku. Tiba dikampus Unismuh saya
menunggu sembari menghubungi temanku itu, namun ia belum jua muncul. 15 menit
lagi kelasku akan segera dimulai. Bila saya tetap nekat pergi, saya akan sangat
terlambat. Dengan perasaan tidak enak hati saya menghubungi temanku itu,
meminta maaf bahwa saya tidak bisa melanjutkan perjalanan ke pesta pernikahan.
Tanggung jawabku lebih besar dari pada menghadiri pesta pernikahan salah
seorang teman yang belum tentu menganggapku ada.
Tidak ingin
menambah dosa dengan berbohong, saya mengatakan yang sebenarnya kepada
rekan-rekan saya bahwa saya tidak sampai tujuan di pesta. Meski malu dan kecewa
rasanya, ini jauh lebih baik. Berusaha tersenyum
sebisa mungkin agar tak seorang pun membaca betapa kecewanya saya.
Pulang ke
rumah setelah beres-beres di kantor, persiapan untuk ujian studentsku besok
pagi. Baru berjalan beberapa meter, saya sudah disambut oleh macet panjang.
Saya khawatir dengan kondisi motorku yang sudah sering mogok dan rem tangannya
sudah tidak begitu bagus. Saya harus melewati macet sejauh 4 km. Hari ini saya
lelah, teramat lelah.
Pengalaman
yang tidak menyenangkan ini membuat saya belajar untuk:
- Jangan meremehkan hal-hal yang sering dianggap kecil dan
lakukanlah segala sesuatunya dengan ikhlas.
- Bila memiliki janji, konfirmasi lah terlebih dahulu, sebelum
akhirnya mengorbankan sesuatu dan ternyata sia-sia.
- Biarlah orang lain meremehkan. Jadikan motivasi untuk menjadi lebih
baik. Teringat kata- kata Mario Teguh, “Percaya saja, di masa depan engkau akan
melihat orang yang menghinamu sekarang berada di bawahmu.”
-
Tetap tersenyum meski hati sedang bersedih.
No comments:
Post a Comment