Seperti kata pepatah mati satu tumbuh seribu. Ditolak di bank BTN
bukanlah akhir dari perjuangan kami untuk mendapatkan sebuah rumah harapan.
Seperti ditulisan saya yang sebelumnya, pengajuan kami gagal diapprove di Bank
BTN setelah menanti kurang lebih 6 bulan lamanya. Saat itu juga kami sudah
memikirkan ke mana arah kami selanjutnya yaitu Bank BRI. Mengapa kami memilih
Bank BRI bukan bank lain? Alasannya karena kami merupakan salah satu mitra Bank
BRI yang bekerjasama sebagai agen Brilink. Berharap pengajuan kami kali ini
bisa disetujui.
Setelah dengar kabar berkas
pengajuan kami ditolak oleh bank BTN, esoknya tanggal 19 November 2019 kami bergegas ke kantornya untuk segera
menarik kembali berkas pengajuan kami. Selanjutnya kami menuju bank BRI untuk
tanya-tanya tentang KPR bank BRI. Sebenarnya saya sudah menghubungi duluan
salah satu staf bagian KPR setelah dapat nomor HPnya dari mantri kami di bank BRI
Unit Bontosunggu. Dan akhirnya kami bertemu dengan seorang staf bagian KPR yang
bernama Ibu Ratna. Syukur Alhamdulillah, orangnya terlihat baik dan ramah. Saat
itu Ibu Ratna memberikan daftar persyaratan apa-apa saja yang harus dilengkapi
untuk pengajuan kami. Saya pun menjelaskan bahwa sebenarnya kami sudah pernah
mengajukan KPR di Bank BTN tetapi ditolak karena ada faktor kesalahan
penginputan berkas. Selain itu, pihak penjual rumah yang sudah keburu minta
pengajuannya segera disetujui. Pada saat itu ibu Ratna hanya merespon bahwa
beliau belum bisa memproses berkas kami bulan itu juga dan tidak bisa
menjanjikan apakah berkas kami bisa diproses bulan desember Karena berkas yang
sudah masuk pun sudah menumpuk di mejanya. Akhirnya kami pulang hanya dengan
membawa selembar kertas persyaratan tadi. Sempat galau lagi, gimana caranya supaya
bisa mendapatkan uang yang banyak sehingga bisa melunasi rumahnya. Cari bank
lain atau menyerah saja. But....it’s not me if I give up so easily. So, let’s start
our fighting. Masukkan berkas saja, nanti kita lihat bisa prosesnya cepat atau
lambat.
|
Simulasi KPR dan persyaratannya. |
Sepulang dari bank BRI, saya
langsung kembali membuka berkas yang saya ambil dari bank BTN, ternyata ada
beberapa yang kurang. Surat Keterangan Usaha, Print out rekening Koran 6 bulan
terakhir, dan slip gaji tidak ada di dalam map tersebut. Entah tercecer atau memang
tidak dimasukkan. Hmmm…sedikit kecewa karena itu artinya saya harus menyiapkan
kembali lembaran-lembaran yang tidak ada tersebut. Berdasarkan persayaratan
dari Bank BRI, di situ tertera harus ada laporan keuangan selama 2 tahun
terakhir. Ini yang tersulit bagi kami. Selama ini kami membuat laporan keuangan
toko secara terpisah-pisah, itupun bentuknya acakadul di buku catatan. Waktu
pengajuan di bank BTN, saya juga sudah pernah membuat laporan keuangannya, tapi
hanya 3 bulan terakhir. Setelah sehari semalam, buka bolak balik buku catatan dan nota-nota pengeluaran….finally, laporan keuangan
selama 2 tahun selesai dibuat. Esoknya pagi-pagi sudah ngantri lagi di bank tuk
cetak rekening koran dan itu artinya bayar lagi 25 ribu. Setelah itu, lanjut ke
kantor desa untuk ambil Surat Keterangan Usaha yang sudah terlebih dahulu saya suruh buatkan
ulang ke adik yang bekerja sebagai staf di sana. Alhamdulillah selesai…lanjut
ke sekolah tanda tangan slip gaji oleh kepala sekolah. Kebetulan saya sendiri
bendaharanya, jadi saya sendiri yang buat ulang trus ditanda tangani oleh
kepala sekolah. Alhamdulillah selesai juga. Selanjutnya berkas disusun secara
berurutan, lengkap dan dijepit supaya tidak tercecer. Walaupun saya memasukkan
slip gaji sebagai guru, kami juga tetap
memasukkan laporan keuangan usaha kami. Pengalaman di bank BTN yang kemarin,
berkas diminta satu per satu yang belum lengkap bahkan ada yang salah input.
Jadi, kali ini kami lebih berhati-hati dan lebih teliti.
Kami tidak memasukkan
sendiri berkas kami ke bank karena pihak dari penjual juga harus memasukkan
berkasnya. Jadi berkas kami titip kepada pihak penjual. Sayangnya begitu berkas
kami sampai di tangan pihak penjual, berkasnya malah dipilah-pilah lagi (ini
kata pak suami karena saya tidak ikut pada saat itu), padahal berkasnya sudah
lengkap dan berurut.
Tanggal 16 Desember 2019
atau beberapa hari setelah kami memasukkan berkas, kami menerima telepon dari bu
Ratna, petugas KPR Bank BRI. Kami diberikan beberapa pertanyaan seputar
pengajuan KPR kami, alamat dan harga rumah yang akan kami beli, pekerjaan,
jumlah penghasilan, dan sebagainya. Selanjutnya kami diminta melengkapi
beberapa kekurangan berkas seperti slip gaji, rekening koran dan surat
keterangan aktif bekerja. Padahal, saya sudah melengkapi slip gaji dan rekening
koran 6 bulan terakhir pada saat penyerahan berkas kepada pihak penjual. Syukur
rekening yang saya punya adalah rekening BRI, jadi bu Ratna yang akan membantu
mencetak rekening koran atas nama saya. Slip gaji bisa saya buat kembali,
tinggal minta tanda tangan lagi sama bu kepala sekolah. Dan sisanya saya hanya
perlu membuat surat keterangan aktif bekerja. Setelah smuanya beres, esokya
langsung kami bawa ke kantor Bank BRI. Dan oh iya, saya difoto langsung di
tempat oleh Bu Ratna dan juga foto suami saya diminta (kami kirim lewat
Whatsapp). Untuk kelengkapan berkas harus ada fotonya.
Tanggal 7 Januari 2020, saya
kembali menghubungi Bu Ratna karena sampai saat itu belum juga ada kabar dan
katanya masih dalam proses. Tanggal 17 Januari saya hubungi lagi dan masih
dalam proses. Tanggal 23 Januari saya menerima telepon dari BRI Kantor Wilayah
Makassar, pembicaraan kami hanya seputar konfirmasi tentang pengajuan KPR kami,
selain itu mereka juga menanyakan nomor telepon/hp kepala sekolah dan salah
satu keluarga tidak serumah yang bisa dihubungi. Dua hari setelahnya, kami
mendapat informasi dari pihak penjual, bahwa setelah dikalkulasi penghasilan
saya sendiri sebagai seorang guru
perbulannya belum cukup untuk memenuhi
persyaratan agar pengajuan kami bisa disetujui dan pihak bank akan datang
men-survey usaha kami.
Tanggal 23 Januari Bu Ratna
dan salah seorang staf dari BRI datang ke toko kami untuk proses survey. Pada
saat itu mereka hanya mengambil beberapa gambar toko dan juga mengajukan
beberapa pertanyaan seputar usaha kami. Tak lupa Bu Ratna kembali mengajukan pertanyaan
seputar harga rumah dan DP. Harga rumah 250 juta rupiah dengan DP 30 juta
rupiah. Kemudian kami memperlihatkan kwitansi
bukti pembayaran DP kami yang sudah lunas. Sehari sebelumnya rumah yang akan
kami beli juga sudah datang disurvey oleh mereka.
Tanggal 27 Januari, kami
mendapat kabar dari Bu Ratna melalui chat Whatsapp bahwa pengajuan kami yang
disetujui hanya 190 juta atau istilahnya turun plafon dari yang kami ajukan
220juta. Dan jangka waktu yang tadinya kami ajukan 15 tahun, tapi yang
disetujui hanya sampai 10 tahun. Hufthhhh….itu artinya kami masih harus
membayar pihak penjual sejumlah 30 juta dan jumlah cicilan kami per bulan
tentunya akan menjadi lebih besar karena jangka waktunya dikurangi. Setelah berdiskusi
dengan pihak penjual melalui whatsapp, akhirnya kami memutuskan untuk menerima
penawaran tersebut. Pihak penjual memberi
kami keringanan untuk mencicil sisa pembayaran yang 30 juta tersebut.
Tanggal 14 Februari 2020,
kami ke notaris untuk melunasi pajak BPHTB sejumlah 6.500.000 untuk pembeli dan
PPH 4.700.000 untuk penjual. Sebenarnya masih agak deg-degan karena kami masih
harus membayar biaya-biaya notaris, bank dan asuransi. Kira-kira berapa yah
total yang harus kami bayarkan? Salah satu staf notaris berkata akan
menginfokan kami melalui Whatsapp berapa rincian baiyanya.
Tanggal 15 Februari, kami
dapat info dari pihak penjual bahwa akad kredit akan dilaksanakan hari Selasa
tanggal 18 Februari 2020. WHATTTT??? Kami kan belum dapat info berapa rincian sisa
biaya yang harus kami lunasi. Ternyata pihak notaris hanya menghubungi pihak
penjual mengenai rincian biaya-biayanya. Dan kami pun melihat daftarnya. Cukup kaget
juga. Itu baru biaya notaris loh….blum biaya bank dan asuransinya.
|
Rincian biaya notaris. |
Tanggal 17 Februari 2020, penasaran
dengan rincian biayanya, kok mahal amat ya, kami juga tidak paham dengan
apa-apa saja itu, kami memutuskan untuk langsung mendatangi kantor notarisnya
untuk minta penjelasan. Penjelasan yang kami dapat yaitu bahwa surat pernyataan
yang ada dalam daftar bukan tanggungan kami sebagai pembeli, tetapi merupakan
tanggungan pihak penjual. Mereka hanya sengaja memasukkan ke dalam daftar
rincian kami agar mereka tidak lupa pada saat akad kredit. Saya hanya perlu
mengingatkan mereka bahwa itu bukan biaya kami. Mereka yang akan menyampaikan
kepada pihak penjual. sedikit melegakan karena beban biaya notaris kami
berkurang satu juta.
Next, kami menuju bank BRI
untuk meminta rincian biaya bank dan asuransi. Rinciannya sebagai berikut:
Plafond
|
190,000,000
|
Asuransi
Jiwa
|
1,533,300
|
Asuransi
Kebakaran
|
349,488
|
Provisi
|
1,425,000
|
Administrasi
|
500,000
|
Blokir
1x Angsuran
|
2,510,900
|
TOTAL
|
6,318,688
|
Notaris
|
12,956,000
|
TOTAL
|
19,274,688
|
Kalau ditotal dengan biaya
pajak BPHTB yang telah kami bayarkan, jumlah biaya-biayanya jadi 26,774,688. Hal
ini membuat kami cukup panik untuk menyiapkan dananya. Uang yang kami punya
hanya modal usaha, itu pun kalau cukup. Setelah pulang ke rumah, hitung-hitung
sisa uang yang kami punya ternyata kurang. Uang yang kami punya sisa 17 juta
rupiah. Pilihan satu-satunya adalah menggadaikan emas yang kami punya. Syukur
Alhamdulillah setelah menggadaikan 1 gelang, 2 cincin dan 5 gram logam mulia,
kami bisa dapat 11,400,000. Lumayan, masih ada sisanya tuk modal usaha.
Tanggal 18 Februari 2020….Finally,
akad kredit……
Ceritanya lanjut di tulisan
selanjutnya yach…..