Sunday, February 23, 2020

PENGALAMAN MENGAJUKAN KPR DI BANK BRI


Seperti kata pepatah mati  satu tumbuh seribu. Ditolak di bank BTN bukanlah akhir dari perjuangan kami untuk mendapatkan sebuah rumah harapan. Seperti ditulisan saya yang sebelumnya, pengajuan kami gagal diapprove di Bank BTN setelah menanti kurang lebih 6 bulan lamanya. Saat itu juga kami sudah memikirkan ke mana arah kami selanjutnya yaitu Bank BRI. Mengapa kami memilih Bank BRI bukan bank lain? Alasannya karena kami merupakan salah satu mitra Bank BRI yang bekerjasama sebagai agen Brilink. Berharap pengajuan kami kali ini bisa disetujui.

Setelah dengar kabar berkas pengajuan kami ditolak oleh bank BTN, esoknya tanggal 19 November 2019  kami bergegas ke kantornya untuk segera menarik kembali berkas pengajuan kami. Selanjutnya kami menuju bank BRI untuk tanya-tanya tentang KPR bank BRI. Sebenarnya saya sudah menghubungi duluan salah satu staf bagian KPR setelah dapat nomor HPnya dari mantri kami di bank BRI Unit Bontosunggu. Dan akhirnya kami bertemu dengan seorang staf bagian KPR yang bernama Ibu Ratna. Syukur Alhamdulillah, orangnya terlihat baik dan ramah. Saat itu Ibu Ratna memberikan daftar persyaratan apa-apa saja yang harus dilengkapi untuk pengajuan kami. Saya pun menjelaskan bahwa sebenarnya kami sudah pernah mengajukan KPR di Bank BTN tetapi ditolak karena ada faktor kesalahan penginputan berkas. Selain itu, pihak penjual rumah yang sudah keburu minta pengajuannya segera disetujui. Pada saat itu ibu Ratna hanya merespon bahwa beliau belum bisa memproses berkas kami bulan itu juga dan tidak bisa menjanjikan apakah berkas kami bisa diproses bulan desember Karena berkas yang sudah masuk pun sudah menumpuk di mejanya. Akhirnya kami pulang hanya dengan membawa selembar kertas persyaratan tadi. Sempat galau lagi, gimana caranya supaya bisa mendapatkan uang yang banyak sehingga bisa melunasi rumahnya. Cari bank lain atau menyerah saja. But....it’s not me if I give up so easily. So, let’s start our fighting. Masukkan berkas saja, nanti kita lihat bisa prosesnya cepat atau lambat.
 
Simulasi KPR dan persyaratannya.
Sepulang dari bank BRI, saya langsung kembali membuka berkas yang saya ambil dari bank BTN, ternyata ada beberapa yang kurang. Surat Keterangan Usaha, Print out rekening Koran 6 bulan terakhir, dan slip gaji tidak ada di dalam map tersebut. Entah tercecer atau memang tidak dimasukkan. Hmmm…sedikit kecewa karena itu artinya saya harus menyiapkan kembali lembaran-lembaran yang tidak ada tersebut. Berdasarkan persayaratan dari Bank BRI, di situ tertera harus ada laporan keuangan selama 2 tahun terakhir. Ini yang tersulit bagi kami. Selama ini kami membuat laporan keuangan toko secara terpisah-pisah, itupun bentuknya acakadul di buku catatan. Waktu pengajuan di bank BTN, saya juga sudah pernah membuat laporan keuangannya, tapi hanya 3 bulan terakhir. Setelah sehari semalam, buka bolak balik buku catatan dan nota-nota pengeluaran….finally, laporan keuangan selama 2 tahun selesai dibuat. Esoknya pagi-pagi sudah ngantri lagi di bank tuk cetak rekening koran dan itu artinya bayar lagi 25 ribu. Setelah itu, lanjut ke kantor desa untuk ambil Surat Keterangan Usaha yang sudah terlebih dahulu saya suruh buatkan ulang ke adik yang bekerja sebagai staf di sana. Alhamdulillah selesai…lanjut ke sekolah tanda tangan slip gaji oleh kepala sekolah. Kebetulan saya sendiri bendaharanya, jadi saya sendiri yang buat ulang trus ditanda tangani oleh kepala sekolah. Alhamdulillah selesai juga. Selanjutnya berkas disusun secara berurutan, lengkap dan dijepit supaya tidak tercecer. Walaupun saya memasukkan slip gaji sebagai guru, kami juga  tetap memasukkan laporan keuangan usaha kami. Pengalaman di bank BTN yang kemarin, berkas diminta satu per satu yang belum lengkap bahkan ada yang salah input. Jadi, kali ini kami lebih berhati-hati dan lebih teliti.

Kami tidak memasukkan sendiri berkas kami ke bank karena pihak dari penjual juga harus memasukkan berkasnya. Jadi berkas kami titip kepada pihak penjual. Sayangnya begitu berkas kami sampai di tangan pihak penjual, berkasnya malah dipilah-pilah lagi (ini kata pak suami karena saya tidak ikut pada saat itu), padahal berkasnya sudah lengkap dan berurut.

Tanggal 16 Desember 2019 atau beberapa hari setelah kami memasukkan berkas, kami menerima telepon dari bu Ratna, petugas KPR Bank BRI. Kami diberikan beberapa pertanyaan seputar pengajuan KPR kami, alamat dan harga rumah yang akan kami beli, pekerjaan, jumlah penghasilan, dan sebagainya. Selanjutnya kami diminta melengkapi beberapa kekurangan berkas seperti slip gaji, rekening koran dan surat keterangan aktif bekerja. Padahal, saya sudah melengkapi slip gaji dan rekening koran 6 bulan terakhir pada saat penyerahan berkas kepada pihak penjual. Syukur rekening yang saya punya adalah rekening BRI, jadi bu Ratna yang akan membantu mencetak rekening koran atas nama saya. Slip gaji bisa saya buat kembali, tinggal minta tanda tangan lagi sama bu kepala sekolah. Dan sisanya saya hanya perlu membuat surat keterangan aktif bekerja. Setelah smuanya beres, esokya langsung kami bawa ke kantor Bank BRI. Dan oh iya, saya difoto langsung di tempat oleh Bu Ratna dan juga foto suami saya diminta (kami kirim lewat Whatsapp). Untuk kelengkapan berkas harus ada fotonya.

Tanggal 7 Januari 2020, saya kembali menghubungi Bu Ratna karena sampai saat itu belum juga ada kabar dan katanya masih dalam proses. Tanggal 17 Januari saya hubungi lagi dan masih dalam proses. Tanggal 23 Januari saya menerima telepon dari BRI Kantor Wilayah Makassar, pembicaraan kami hanya seputar konfirmasi tentang pengajuan KPR kami, selain itu mereka juga menanyakan nomor telepon/hp kepala sekolah dan salah satu keluarga tidak serumah yang bisa dihubungi. Dua hari setelahnya, kami mendapat informasi dari pihak penjual, bahwa setelah dikalkulasi penghasilan saya sendiri  sebagai seorang guru perbulannya  belum cukup untuk memenuhi persyaratan agar pengajuan kami bisa disetujui dan pihak bank akan datang men-survey usaha kami.

Tanggal 23 Januari Bu Ratna dan salah seorang staf dari BRI datang ke toko kami untuk proses survey. Pada saat itu mereka hanya mengambil beberapa gambar toko dan juga mengajukan beberapa pertanyaan seputar usaha kami. Tak lupa Bu Ratna kembali mengajukan pertanyaan seputar harga rumah dan DP. Harga rumah 250 juta rupiah dengan DP 30 juta rupiah.  Kemudian kami memperlihatkan kwitansi bukti pembayaran DP kami yang sudah lunas. Sehari sebelumnya rumah yang akan kami beli juga sudah datang disurvey oleh mereka.

Tanggal 27 Januari, kami mendapat kabar dari Bu Ratna melalui chat Whatsapp bahwa pengajuan kami yang disetujui hanya 190 juta atau istilahnya turun plafon dari yang kami ajukan 220juta. Dan jangka waktu yang tadinya kami ajukan 15 tahun, tapi yang disetujui hanya sampai 10 tahun. Hufthhhh….itu artinya kami masih harus membayar pihak penjual sejumlah 30 juta dan jumlah cicilan kami per bulan tentunya akan menjadi lebih besar karena jangka waktunya dikurangi. Setelah berdiskusi dengan pihak penjual melalui whatsapp, akhirnya kami memutuskan untuk menerima penawaran tersebut.  Pihak penjual memberi kami keringanan untuk mencicil sisa pembayaran yang 30 juta tersebut.

Tanggal 14 Februari 2020, kami ke notaris untuk melunasi pajak BPHTB sejumlah 6.500.000 untuk pembeli dan PPH 4.700.000 untuk penjual. Sebenarnya masih agak deg-degan karena kami masih harus membayar biaya-biaya notaris, bank dan asuransi. Kira-kira berapa yah total yang harus kami bayarkan? Salah satu staf notaris berkata akan menginfokan kami melalui Whatsapp berapa rincian baiyanya.

Tanggal 15 Februari, kami dapat info dari pihak penjual bahwa akad kredit akan dilaksanakan hari Selasa tanggal 18 Februari 2020. WHATTTT??? Kami kan belum dapat info berapa rincian sisa biaya yang harus kami lunasi. Ternyata pihak notaris hanya menghubungi pihak penjual mengenai rincian biaya-biayanya. Dan kami pun melihat daftarnya. Cukup kaget juga. Itu baru biaya notaris loh….blum biaya bank dan asuransinya.
 
Rincian biaya notaris.
Tanggal 17 Februari 2020, penasaran dengan rincian biayanya, kok mahal amat ya, kami juga tidak paham dengan apa-apa saja itu, kami memutuskan untuk langsung mendatangi kantor notarisnya untuk minta penjelasan. Penjelasan yang kami dapat yaitu bahwa surat pernyataan yang ada dalam daftar bukan tanggungan kami sebagai pembeli, tetapi merupakan tanggungan pihak penjual. Mereka hanya sengaja memasukkan ke dalam daftar rincian kami agar mereka tidak lupa pada saat akad kredit. Saya hanya perlu mengingatkan mereka bahwa itu bukan biaya kami. Mereka yang akan menyampaikan kepada pihak penjual. sedikit melegakan karena beban biaya notaris kami berkurang satu juta.

Next, kami menuju bank BRI untuk meminta rincian biaya bank dan asuransi. Rinciannya sebagai berikut:
Plafond
190,000,000
Asuransi Jiwa
1,533,300
Asuransi Kebakaran
349,488
Provisi
1,425,000
Administrasi
500,000
Blokir 1x Angsuran
2,510,900
TOTAL
6,318,688

Notaris
12,956,000
TOTAL
19,274,688

Kalau ditotal dengan biaya pajak BPHTB yang telah kami bayarkan, jumlah biaya-biayanya jadi 26,774,688. Hal ini membuat kami cukup panik untuk menyiapkan dananya. Uang yang kami punya hanya modal usaha, itu pun kalau cukup. Setelah pulang ke rumah, hitung-hitung sisa uang yang kami punya ternyata kurang. Uang yang kami punya sisa 17 juta rupiah. Pilihan satu-satunya adalah menggadaikan emas yang kami punya. Syukur Alhamdulillah setelah menggadaikan 1 gelang, 2 cincin dan 5 gram logam mulia, kami bisa dapat 11,400,000. Lumayan, masih ada sisanya tuk modal usaha.

Tanggal 18 Februari 2020….Finally, akad kredit……

Ceritanya lanjut di tulisan selanjutnya yach…..


No comments:

Post a Comment