Monday, December 10, 2012

Rahasia Ayu



             Bu Soraya, Wali Kelas kami memasuki ruangan kelas yang tadinya kedengaran sangat gaduh. Di sampingnnya berdiri seorang gadis cantik berseragam putih abu-abu. Serentak pandangan kami semua tertuju pada gadis asing itu.
                “Selamat pagi anak-anak! Hari ini kita kedatangan siswi pindahan dan dia akan duduk di kelas ini.” Ucap Bu Soraya sembari membetulkan posisi kacamata minusnya. “Silahkan perkenalkan namamu.” Katanya lagi kepada siswi baru itu.
                “Nama saya Renata. Asal sekolah SMU Negeri 1 Makassar.” Jelasnya singkat dan agak malu.
                “Loh sekolah itu kan ga’ jauh-jauh amat dari sini. Ngapain mesti pindah?” Ujar Clara tampak keheranan sendiri.
                “Renata, sekarang kamu boleh duduk di sana, di sebelah Mayu.” Perintah Bu Soraya, Renata menurutinya dan bergegas duduk di sebelahku.
                “Hai, kenalkan namaku Mayu.”
                “Senang berkenalan denganmu, Mayu.” Jawabnya tersenyum.
***
                “Teman-teman, hari ini Renata akan mentraktir kita semua.” Teriak Clara bersemangat.
                “Ke kantin yuk.” Renata mengajakku.
                Sudah seminggu Renata berada di sekolah ini. Ia sudah mulai akrab denganku dan juga Clara. Renata adalah anak orang kaya. Sepatu, tas, dan assesoris yang di kenakannya bermerek ternama yang harganya sangat mahal.
                Pandangan sinis Sonia, Feby, dan Lusi mengiringi langkah kami semua menuju kantin sekolah. Sejak awal si Trio Cekewek itu memang tak menyukai kehadiran Renata. Sepertinya mereka tak mau tersaingi sehingga ogah ikut-ikutan untuk ditraktir.
                “Bener nih, Ren. Lo traktir kita semua?” Tanya Aldo agak ragu.
                “Ya iyalah. Pesan apa aja yang kalian suka, ntar aku bayarin semua.”
                “Makasih ya Ren atas traktirannya.” Ucapku setelah menghabiskan semangkuk mie pangsit, makanan favoritku di kantin dan sebotol the dingin.
                Renata kemudian berdiri. “Bentar ya teman-teman. Aku ambil dompet  dompetku dulu, tadi ketinggalan di tas.”
                Tak lama kemudian, Renata datang. Ia tampak kebingungan sekembalinya dari kelas untuk mengambil dompetnya.
                “Ada apa, Ren?” tanyaku
                “Dompetku hilang! Aku ingat, tadi masih ada di dalam task ok.” Ucapnya sedih.
                “Kamu udah cari dengan teliti di dalam tas kamu atau mungkin di saku rokmu.” Kata Clara.
                “Aku udah cari, tapi emang gak ada.”
                “ Kalo begitu, kita lapor aja sama Bu Soraya.” Clara menyarankan.
***
                “Jadi, tidak ada yang mau mengaku, siapa yang telah mengambil dompet Renata.” Kata Bu Soraya tegas di depan kelas.
                “Bukan saya bu.” Jawab kami semua nyaris bersamaan.
                “Oke, kalau begitu, terpaksa ibu harus menggeledah tas kalian satu persatu.
                Bu soraya mulai melakukan pemeriksaan dari bangku paling depan. Walaupun semua mengaku tidak mengambil dompet itu, tapi aku bisa melihat wajah-wajah mereka yang tampak was-was, kecuali trio cekewek itu yang tampak santai-santai saja.
                “makanya, gak usah sok kaya deh disini.” Terdengar lirih suara Sonia menyindir Renata.
                “Itu Bu, dompet saya!” Renata setengah berteriak melihat dompetnyaa ditemukan.
                Semua siswa di kelasku terperangah, antara percaya dan tidak. “Hah! Yang bernar saja.” Pikirku. Bukankah Feby adalah anak orang kaya. Tapi, mungkin saja memang dia pelakunya, bukankah dia iri pada Renata.
                Wajah Feby seketika pucat. “Sumpah Bu, bukan saya yang mengambilnya. Mana mungkin saya mencuri. Saya kan bisa meminta sama orang tua saya kalau saya mau.” Ucapnya mengelak mati-matian. Namun, Bu Soraya tak mempedulikannya.
                “Sekarang kamu ikut ibu ke ruangan kepala sekolah.”
***
                Aku dan Clara memandangi Feby yang baru saja turun dari mobil mewah Toyota Alphardnya. Setelah diskors selama seminggu, ia kembali bertingkah seperti sedia kala, angkuh dan sok anggun. Seolah-olah ia tak pernah mendapatkan hukuman berat.
                Sambil mengibas rambut panjangnya yang lurus, ia menyapa aku dan Clara dengan juteknya. “Selamat pagi cewek-cewek kamseupay!” kemudian ia berlalu begitu saja.
                “Dasar bebek betina!” Celoteh Clara.
                “Hushh! Gak usah dibalas.” Kataku memperingatkan.
                “Biarin, habis aku benci banget sama si Trio Cekewek itu.” Jawabnya kesal.
***
                Setelah jam istirahat, suasana kelas yang tampak hening tiba-tiba dihebohkan oleh teriakan Lusi.
                “Ada Ular!”
                “Mana ularnya?” Tanya Lia. “Jangan bercanda dong,Lus.”
                “Itu di dalam tas gue, suer, gue gak bo’ong. Kalo kalian gak percaya liat aja sendiri.” Jawab Lusi panik dan ketakutan.
                “Makanya, jangan pelihara ular, dong!” ejek Aldo.
                “Ihhh, ularnya lepas!” teriak Lia menunjuk ular berwarna hitam yang meliuk-liuk menghampiri Lusi.
                Seketika tubuh Lusi langsung rubuh ke lantai dan pingsan.
***
                “Hey, kalian tau gak sih, Sonia pingsan di toilet.” Ungkap Clara yang tiba-tiba menyergap aku dan Renata yang sedang asyik menyantap bakso di kantin.
                “Dasar tukang gossip.” Tanggapku tak percaya pada omongan Clara.
                “Sumpah serius. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Tadi sewaktu aku selesai buang virus, Feby dan Lusi tiba-tiba saja datang mencari Sonia. Egh, gak taunya mereka mendapati Sonia yang sedang terbaring di sebelah kloset toilet. Ewww, menjijikkan.” Jelas Clara dengan ekspresi pengen muntah.
                “Ada apa ya dengan ketiga sahabat itu? Mungkin gak sih, ini semua karma atas perbuatan mereka terhadap Ayu.” Kataku.
                “Siapa Ayu?” Tanya Renata setelah mendengar perkataanku barusan.
                “Ayu adalah teman kelas kami dulu. Ia terlalu lugu sehingga selalu saja menjadi bahan permainan dan tertawaan si Trio Cekewek. Mungkin karena udah gak tahan lagi, akhirnya ia memutuskan untuk pindah dari sekolah ini.”
                “Huh, mereka bertiga memang sombong seolah mereka adalah makhluk yang paling sempurna.”
                “Kasihan Ayu. Entah di mana ia sekarang?” ucapku menerawang keluar jendela.
***
                “Brengsek, kita telah dipermainkan.” Sonia meremas selembar kertas yang telah dibacanya. Lalu, dilemparkannya begitu saja ke bawah mejanya. Ia dan kedua orang temannya kemudian keluar dari kelas dengan wajah yang teramat kesal.
                Aku dan Clara dengan cepat meraih kertas tadi. Aneh! Di atas meja mereka masing0masing terdapat bunga mawar berwarna hitam. Perlahan kubuka gulungan kertas tadi yang sudah acakadul. Ternyata sebuah surat.

Dear My Best Friends,
        Aku bisa memastikan bahwa kalian sangat menikmati permainan-permainan kecil yang telah kupersembahkan.Bagaimana menurut kalian ,seru bukan? Ah,mana mungkin aku lupa pada permainan-permainan yang telah kalian ajarkan kepadaku.     
Benar,Dompet itu bukan feby yang mencurinya, tapi aku sendiri yang menaruhnya ke dalam tas Feby. Aku senang melihat kawanku Feby menikmati liburannya selama seminggu. Begitupun dengan lusy,tentu dia sangat kegirangan saat menemukan ular didalam tasnya. Dan Sonia,bagaimana denganmu? Seluruh stressmu tentu sudah lenyap setelah terbius tertidur lelap ditoilet dengan aromanya yang khas. Oh,kalian memang teman-temanku yang manis dan lucu!                                                     
Permainan kalian malah lebih menarik.Tuduhan pencurian handphone padaku,yang nyatanya bukan aku yang melakukannya .tapi,tiba-tiba saja benda itu bisa berada di dalam tasku.Feby,tanganmu memang lincah sayang kamu cocoknya jadi tukang sulap saja. Cacing-cacing yang dibawa lusy membuatku terkagum-kagum .walaupun jijik,lusy tetap memberanikan diri untuk memasukkan ulat itu kedalam tasku. Wah, kamu bisa dinobatkan menjadi penantang tergigih loh !
Sonia juga punya kejutan yang istimewa dihari ulang tahunku,di saat itu kamu tahu kan bahwa aku sedang flu dan kamu berhasil menyambuhkannya dengan seember air yang tertumpah dari atas pintu toilet. Tepat membashi sekujur tubuhku.lebih lengkapnya lagi, aku terkunci selama satu jam di toilet. sungguh aku terharu di buatnya.
             Kita memang selalu bersama dalam suka dan duka. Aku yang menderita, kalian yang bersuka cita. Mawar hitam itu kupersembahkan sebagai rasa ‘terima kasihku’ pada kalian.
          Jadi, selama sebulan ini kalian tidak menyadari keberadaanku di kelas ini? Memang sulit untuk di tebak bahwa Renata adalah Ayu. Bukankah dulu kalian selalu memuji bahwa aku ‘cantik’? Bagaimana dengan aku yang sekarang?
                                                                                                                                                Ayu


                Aku dan Clara teretgun sesaat. Kami tidak pernah menyangka bahwa Renata adalah Ayu. Secara fisik, Ayu dan Renata bagaikan langit dan bumi. Apakah Ayu telah melakukan bedah plastik?
***
                Pukul 8 malam, aku sedang asyik menyetel radio di kamar. Tiba-tiba teleponku berdering. Ternyata telepon dari Ayu. Telepon yang memang sedang kutunggu-tunggu karena sudah seminggu ini Renata tidak masuk sekolah tanpa ada keterangan apapun.
                “Apa?” ujarku terkejut setelah mendengarkan penjelasan dari Ayu. “jadi kamu membohongi mereka bertiga, maksudku si Trio Cekewek itu?”
                “Ya, Renata adalah saudara sepupuku. Yang sebenarnya Renata itu sudah kuliah semester 3 sekarang. Tapi, saat dia mengetahui tentang kisahku di sekolah, ia langsung setuju dengan rencanaku itu. Ia bahkan rela bolos kuliah selama sebulan ini. “ jelasnya panjang lebar.
                “ kamu telah berhasi mengecoh kami semua. Tapi aku senang, sebab kamu telah member mereka balasan yang setimpal.”
                “Thanks ya, May. Selama ini kamu udah jadi temanku yang baik. Eh, gimana kalo besok kita jalan ke mall?”
                “Ehmm…”
                “Tenang aja, aku yang traktir kok. Oh iya, kamu juga harus mengajak Clara.
        “OK. Tentu.”

Wednesday, November 7, 2012

Maaf Tuhan Bila Saya Sering Mengeluh


Ketika saya telah berusaha dengan keras,
mengeluarkan seluruh kemampuan terbaik,
Namun, ternyata saya gagal,
Ketika saya berdoa siang dan malam,
mengharapkan sesuatu yang kuimpikan,
Namun, ternyata kenyataan tak seindah harapan,
Sedih dan kecewa bergelayut di hati,
Sering kali mengeluh dalam hati,
Tak tahu harus ke mana berbagi derita,
Tak ada teman untuk berbagi cerita,
Satu-satunya tempatku mengadu adalah Pada-Mu Allah ya Tuhanku,
Maaf bila saya sering mengeluh...

Meremehkan dan Diremehkan



Sabtu, 03 November 2012
Rentetetan ketidakberuntungan dan kekecewaan yang hari ini saya alami, mungkin berawal dari kesalahan kecil yang saya lakukan di permulaan hari. Pagi ini saya bangun agak kesiangan dari biasanya padahal ini adalah hari Sabtu, berarti jadwal ke sekolah. Huh, badanku masih terasa lelah. Entah mengapa beberapa pekan belakangan ini saya begitu mudah merasa lelah. Saya harus bergegas menyiapkan segala sesuatunya. Menyiapkan perlengkapan mengajar, menyetrika pakaian, membereskan rumah lantai atas, menyiapkan sarapanku, dan sebagainya. Tapi, saya tidak menemukan buku yang akan saya gunakan untuk mengajar hari ini. Berpikir beberapa saat, iblis mulai membisikkan godaannya…”ya sudah, hari ini ga’ usah ke sekolah dulu. Lagian kamu kan lagi tidak enak badan. Tubuhmu masih lemah. Ditambah lagi kalau kamu ke sekolah kamu akan semakin kelelahan menghadapi siswa-siswa yang bandel. Plus merasa super bĂȘte di ruangan kantor menunggu giliran mengajar bersama dengan orang yang tidak easy going”. Dengan secepat kilat kuraih handphoneku. Jemariku mengetik pesan singkat satu kepada wakil kepala sekolah dan satunya lagi kepada rekan sesama guru, berniat untuk meminta izin.

Sekedar info, salah satu alasan mengapa saya tidak ke sekolah adalah demi menghemat tenaga. Saya telah mengatur janji bersama teman-teman KKNku dulu untuk menghadiri pesta pernikahan salah satu teman. Bahkan demi pesta pernikahan temanku ini saya telah mengorbankan satu kelasku di tempat kursus, saya minta izin dari pukul 14.30-15.30, sesuai perjanjian kami bertemu di depan Balla Lompoa pada pukul 14.30. Saya pun sudah berdandan maximal.

Tiba di kantor tempat kursus, saya sudah disambut oleh perasaan kecewa. Salah satu studentku sedang di sidang dengan berbagai pertanyaan untuk mengetes sejauh mana perkembangan Bahasa Inggrisnya. Dan apa yang terjadi? Oh My God, studentku itu tidak mampu menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Terus terang saya shock berat. How could she didn’t know anything? Beberapa rekanku yang memberi pertanyaan kepada studentku itu berkata seolah meremehkan kemampuan teachernya. Apabila student berkembang dengan lambat, lantas apakah itu sepenuhnya kesalahan teachernya? Salah satu rekanku itu mulai membanggakan dirinya bahwa metodenya lah yang paling berhasil, terbukti dari students yang dihasilkannya. Di satu sisi saya mengiyakan, tapi di sisi lain menurutku ia hanya beruntung karena students yang dia hadapi adalah students yang memang sedari awal sudah cerdas. Tak sedikit kok students yang mundur akibat ketidakmampuan mereka menghadapi pressurenya. Merasa terhina, seakan wajahku diludahi.

Pukul 14.30, saya belum juga mendapat kabar satupun dari temanku. Kuhubungi satu persatu dari mereka untuk memastikan keberadaan mereka. Dan ternyata mengecewakan dua orang pertama yang kuhubungi menyatakan alasan bahwa mereka tidak bisa ikut serta. Orang ketiga yang kuhubungi akhirnya mengatakan ya. Kami pun janjian bertemu di depan Kampus Unismuh. Namun, satu hal membebaniku lagi, jam sudah menunjukkan hampir pukul 15.00. Segera kutancap gas motorku. Namun, diperjalanan, macet dan hujan gerimis menyertaiku. Tiba dikampus Unismuh saya menunggu sembari menghubungi temanku itu, namun ia belum jua muncul. 15 menit lagi kelasku akan segera dimulai. Bila saya tetap nekat pergi, saya akan sangat terlambat. Dengan perasaan tidak enak hati saya menghubungi temanku itu, meminta maaf bahwa saya tidak bisa melanjutkan perjalanan ke pesta pernikahan. Tanggung jawabku lebih besar dari pada menghadiri pesta pernikahan salah seorang teman yang belum tentu menganggapku ada.

Tidak ingin menambah dosa dengan berbohong, saya mengatakan yang sebenarnya kepada rekan-rekan saya bahwa saya tidak sampai tujuan di pesta. Meski malu dan kecewa rasanya, ini jauh lebih baik.  Berusaha tersenyum sebisa mungkin agar tak seorang pun membaca betapa kecewanya saya.

Pulang ke rumah setelah beres-beres di kantor, persiapan untuk ujian studentsku besok pagi. Baru berjalan beberapa meter, saya sudah disambut oleh macet panjang. Saya khawatir dengan kondisi motorku yang sudah sering mogok dan rem tangannya sudah tidak begitu bagus. Saya harus melewati macet sejauh 4 km. Hari ini saya lelah, teramat lelah.    

Pengalaman yang tidak menyenangkan ini membuat saya belajar untuk:
-    Jangan meremehkan hal-hal yang sering dianggap kecil dan lakukanlah segala sesuatunya dengan ikhlas.
-       Bila memiliki janji, konfirmasi lah terlebih dahulu, sebelum akhirnya mengorbankan sesuatu dan ternyata sia-sia.
-    Biarlah orang lain meremehkan. Jadikan motivasi untuk menjadi lebih baik. Teringat kata- kata Mario Teguh, “Percaya saja, di masa depan engkau akan melihat orang yang menghinamu sekarang berada di bawahmu.”
-        Tetap tersenyum meski hati sedang bersedih.