Sunday, October 31, 2010

Sufferance in a Beauty

By Riyuni Mark

Bella. Kenapa selalu saja Bella yang mendapatkan perhatian itu? Setiap kali bersamanya, leherku serasa tercekik dan dadaku terasa sesak. Coba saja bayangkan, ia selalu jadi bahan perhatian para cowok, mulai dari cowok yang dekil abist sampai cowok yang super keren. Bella memang cantik, matanya lentik dan bersinar bak berlian, hidungnya mancung, bibir semerah delima, plus body seksi dan rambut hitam lurus menjuntai. Semantara aku hanyalah seorang gadis biasa yang tak punya kelebihan secara fisik.
Bagaimanapun, Bella adalah sahabatku dari kecil. Jadi, suka tak suka, aku harus bisa bersabar meskipun semua cowok lebih memilih melirik Bella.
Hari ini aku dan Bella naik bus sekolah. Di atas bus, kami sudah tak kebagian tempat duduk. Kami berdua terpaksa berdiri. Tiba-tiba seorangcowok keren berkulit putih berdiri dan mempersilahkan Bella untuk duduk.
“silahkan duduk,miss.” Seru cowok itu tersenyum memperlihatkan gigi ginsulnya. “nggak pa-pa kok,thanks ya.”
Aku menelan ludah. Loh bagaimana denganku?
“kalau aku duduk,temanku juga harus duduk.” Jawab bella.
“Ben! Berdiri dong.temannya juga mau duduk tuh.”cowok ginsul itu mendorong-dorong temannya yang duduk di sebelahnya. “iya deh. Demi cewek cantik itu.” Jawabnya tersenyum manis melirik Bella.

***

Huuh….busyet! pembagian kelompok untuk pelajaran kimia lagi. Teman-teman cowok sudah pada berebutan agar sekolompok dengan Bella. Padahal, jelas-jelas bahwa dalam pelajaran kimia akulah ahlinya.
Pelajaran olah raga, Bella rupanya lupa membawa baju seragam olah raganya. Biasanya kami akan dihukum berdiri di lapangan sampai pelajaran usai apabila tidak mengenakan seragam olah raga. Begitu nama Bella di panggil untuk kena hukuman, ia langsung muncul dan berkata, “apa aku harus berjemur di lapangan, pak?” sungguh mujarab! Pak Fajar, guru mata pelajaran olah raga yang bujang lapuk langsung membatalkan hukumannya pada Bella. Malah Bella disuruh untuk jadi assistennya. Beberapa orang temanku yang notabene tak menyukai Bella, langsung mengajukan komplain. Mereka yang protes justru dihukum dengan pengurangan nilai. Sungguh tragis, kecantikanlah yang berbicara.

***

Bel panjang melengking ke seluruh penjuru sekolah, sudah waktunya pulang. Seperti biasa, aku pulang bersama Bella karena rumah kami memang jaraknya lumayan dekat. Setelah turun dari bus, kami menapaki loromg-lorong sempit. Sekumpulan cowok berandalan yang biasanya main kartu di sudut jalan bersiul-siul menggoda Bella. “suit…suit,cewek tas pink, balik dong!” ucapan mereka jeles-jelas tidak ditujukan padaku karena yang memakai tas selempang pink adalah Bella.
“cewek cantik knalan dong!” teriak mereka seperti anjing-anjing yang menggongong. Tapi Bella tetap berjalan cuek.
“wuih…so seksi! Pinggulnya bagaikan bebek yang menggat-menggot kalau lagi jalan.” Seru cowok kucel berambut gondrong. “mau dong…” yang lain langsung bereaksi.
Bella berputar berjalan kembli ke arah mereka. Cowok-cowok itu mengmatinya dengan tatapan terpesona. Namun Bella langsung meludah dengan ekspresi jijik. Sepertinya ia mulai geram dengan ejekan para berandalan itu. Kami lalu berjalan sperti tak pernah terjadi apa-apa.
***





Sudah dua hari ini aku tak ke sekolah karena terserang demam. sampai hari ini, Bella belum juga datang menjengukku. Bahkan kabarnya pun tak kuketahui. Terdengar suara mamaku memanggil-manggil dari ruang depan.
“ada apa sih ma?”
“kamu harus tahu, tadi mamanya Bella nelpon, ia bilang….”
“bilang apa, ma? Mamaku ada-ada saja. Pagi-pagi begini sudah membuatku penarasan.
“Bella udah nggak ada.”
“maksud mama, Bella kabur sama pacarnya, Andi.”
“bukan itu.” Mama berhenti sejenak. “ Bella sudah meninggal tadi subuh.”
Aku benar-benar terkejut mendengar berita itu. Darahku serasa beku. Kali ini leherku benar-benar tercekik dan dadaku begitu sesak. Bella meninggal karena bunuh diri. Ia menenggak anti nyamuk setelah diperkosa oleh lelaki yang tak dikenalnya. Beberapa saat kemudian, aku meraih ponselku di meja. Ada 9 panggilan tak terjawab dan sebuah pesan baru yang memang sejak tadi malam tak sempat kubaca. Aku makin terkejut, sms dari Bella.
KAWAN KAMU HARUS TAHU
BAGIKU KECANTIKAN ADALAH PENDERITAAN
Aku tak sanggup menahan isak tangis. Rupanya Bella masih sempat menghubungiku sebelum akhirnya ia memutuskan bunuh diri.

NOT ME BUT SHE


Semua bukan salahku. Aku sedih semua orang menuduhku, merendahkanku dan meyalahkanku. Bahkan ibuku sendiri sudah tidak percaya lagi padaku. Aku hanyalah kambing hitam atas perbuatan Maya. Aku tahu dia bukanlah gadis baik-baik, tapi di depan semua orang ia bisa bersikap seolah-olah dia adalah anak paling baik sedunia.
            Awalnya aku dituduh telah mencuri uang di warung ibu Ros. Purna, anak ibu Ros sendiri yang melaporkanku pada pak RT. Katanya ia melihatku masuk ke warung ibunya. Padahal, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Maya masuk dan mengendap-endap ke warung ibu Ros, lalu membuka laci uang dan mengambil semua isinya. Aku yakin Purna menuduhku karena ia iri padaku. Di sekolah ia selalu kalah bersaing denganku. Selalu aku yang jadi juara kelas sedangkan nilai-nilainya masih selalu di bawahku. Ibuku terpaksa harus membayar ganti rugi pada bu Ros dan tentunya akulah yang diadili oleh seluruh keluargaku di rumah. Aku berusaha mengatakan yang sebenarnya tapi mereka tak percaya padaku. Maya membuatku semakin geram, kulihat ia tertawa sinis padaku.
            Maya adalah anak yang menumpang tinggal di rumahku. Aku tak mengerti bagaimana ia bisa tiba-tiba ada di rumahku. Bahkan aku harus rela berbagi kamar dengannya. Ia seusia denganku, postur tubuhnya pun sama denganku. Hanya saja penampilanya memang lebih sok alim. Ia selalu mengenakan jilbab, tapi aku tahu dibalik jilbabnya itu tersimpan sifat busuknya. Seringkali aku tidak bisa berkonsentrasi belajar karena ia meyalakan tape dengan volume keras lalu bergoyang sesuka hatinya. Tak ada yang tahu bahwa ia lah yang sengaja  melakukannya sehingga lagi-lagi aku yang disalahkan.
****
            Suatu hari, sepulang sekolah, aku berjalan melewati pos ronda menuju rumah. Kudengar ibu-ibu tetangga sengaja bergosip di depanku.
“kok bisa ya anak gadis dibiarin keluar malam-malam.” Kata ibu Rahma
“iya, berdua-duaan lagi sama anak laki-laki.” Sahut ibu Diana
            Siapa sih yang lagi digosipin? Agh, aku tak peduli siapa pun yang digosipin yang penting bukan aku. Tapi begitu sampai di rumah, aku langsung disambut oleh ibu dengan red hot chili peppernya. Ternyata yang tadi digosipin oleh ibu-ibu adalah aku. Kenapa aku lagi? Siapa yang telah tega menfitnahku?
“kata bu Syahira, semalam ia melihatmu berduaan dengan laki-laki tak dikenal di dekat pangkalan ojek, apa benar itu?” ibu bertanya dengan wajah teramat geram dan nada tinggi.
Melihat ibu, aku langsung merasa ketakutan.“maksud ibu apaan sih? Evi gak ngerti. Semalam tuh, Evi ada di kamar lagi tiduran karena capek habis les sore. Dasar Bu Syahira biang gosip.” Ucapku mengelak.
Maya melihatku, ia pura-pura terkejut lalu tertawa. Aku yakin, semalam dialah yang dilihat oleh Bu Syahira. Ia pasti sengaja melepas jilbabnya dan memakai bajuku diam-diam sehingga orang menyangka bahwa dia adalah aku. Ia sering melakukannya, keluar malam-malam lewat jendela kamar. Meskipun kuadukan,  ibu pasti tak kan percaya padaku karena di mata ibu, Maya adalah gadis paling penurut.
Seperti biasa, hari ini Maya menunjukkan topengnya, ia bersikap begitu manis pada semua orang di rumah. Ia pun melakukan semua pekerjaan rumah, memasak, membersihkan rumah, mencuci pakaian dan yang paling kubenci, ia mencuri perhatian ibu dengan cara memijat punggung dan bahu ibu. Syukurlah karena hari ini ibu tidak marah lagi padaku. Ibu malah membelikanku baju baru. Tentu saja Maya juga.
****
Langit mendung, sebentar lagi akan turun hujan. Aku masih berdiri di koridor sekolah menunggu Radi, cowok yang sudah setahun ini jadi pacarku. Ia sudah janji akan mengantarku pulang naik motornya. Sudah 15 menit aku menunggunya, tapi batang hidungnya tidak nongol juga. Tak lama kemudian ia muncul dengan motornya. Tapi... mataku melotot terkejut, melihat seorang cewek yang ada diboncengannya. Kenapa Radi tega mengkhianatiku? Kali ini mataku tak lagi melotot tapi rasanya sudah mau copot jatuh ke tanah.  Cewek yang diboncengnya adalah Maya. Hatiku benar-benar perih, hancur berkeping-keping. Rasa kecewa dan amarah terasa menggerogotiku.
****
Sekarang aku sudah puas. Segala bebanku telah terbang jauh. Aku memandang Maya yang terbujur kaku dengan mulut berbusa di dalam kamar yang telah terkunci. Aku memandang sebotol anti nyamuk cair yang tergeletak di  sebelah Maya. Benda itu telah menolongku dari jeratan Maya. Aku tertawa, “ha...ha...ha....”
Kalian harus tahu bahwa Maya adalah wujud dari kepribadianku yang lain. Aku tak mengerti dan tak akan pernah mengerti mengapa hal ini terjadi padaku. Aku telah membunuh Maya dengan membunuh diriku sendiri.


                                                                                    By
                                                                   Riyuni Mark
                                                                        19 October 2007