Kisah perjuangan dan pengorbanan dua wanita yang menyayat hati….
Setelah
novel pertamanya The Kite Runner, kini Khaled Hosseini mengaduk-aduk emosi dan
perasaan saya lewat novel keduanya yang berjudul A Thousand Splendid Suns. Novel
yang versi originalnya diterbitkan oleh Qanita dan versi Bahasa Indonesianya
diterbitkan oleh Mizan, merupakan novel yang spektakuler, menyentuh hati,
memberi inspirasi tentang patriotisme dan pengorbanan serta membawa imajinasi
terbang ke Afganistan. Novel setebal 620 halaman ini membuat saya tak ingin
berhenti untuk membacanya.
Buku
ini sangat layak untuk dibaca dengan narasi yang jelas dan deskripsi tokoh yang
begitu detail, kuat, dan jelas. Berkisah tentang dua orang wanita yang berasal
dari tempat yang berbeda, tidak saling mengenal, kemudian bertemu, saling membenci,
hingga akhirnya berubah menjadi saling menyayangi dan berbuah pengorbanan
besar. Berlatar belakang di Afganistan, negeri yang beberapa dekade terakhir
dilanda peperangan dan kekacauan yang dibaliknya terdapat kisah cinta, kehidupan
yang memilukan, dan kisah tragis korban penyerangan yang membabi buta.
Mariam
adalah seorang harami, buah percintaan terlarang antara Jalil seorang pengusaha
kaya di daerah Herat dengan salah seorang pelayan rumahnya. Mariam dibesarkan
oleh ibunya yang dipanggilnya Nana. Mereka tinggal di dalam sebuah kolba
berukuran kecil di tengah hutan yang dibangun oleh Jalil untuk mengungsikan
mereka berdua dari ketiga istri dan anak-anak Jalil. Mariam seringkali bersedih
ketika ibunya memperlakukannya secara kasar, meski hati kecilnya berkata Nana
sangatlah menyayanginya. Kedatangan Jalil setiap hari Kamis menjadi pelipur
lara baginya. Hanya dengan berjalan-jalan di sekitar hutan atau duduk-duduk
sambil bercerita bersama Jalil sudah membuatnya begitu bahagia. Mariam sangat
menyayangi ayahnya, sebaliknya Nana justru begitu membenci Jalil. Begitu Jalil
pergi meninggalkan mereka di kolba, ia akan berteriak mengumpat Jalil dan
keluarganya. Nana pernah mengancam Mariam, jika Mariam pergi meninggalkannya
seorang diri, maka ia akan bunuh diri.
Suatu
hari Mariam sangat ingin pergi bersama Jalil ke bioskop untuk menonton film Pinokio.
Ia menunggu Jalil sepanjang hari, namun ia tak kunjung datang. Hingga akhirnya
ia nekat pergi ke rumah Jalil yang jauh di kota dan belum pernah ia datangi. Ia
begitu berharap bertemu dengan ayahnya, akan tetapi ia justru tidak
diperbolehkan masuk ke dalam rumah ayahnya. Ia menunggu sepanjang hari di depan
gerbang, hingga hari berganti pagi. Namun Jalil tak jua muncul dari dalam rumah
untuk menemuinya. Perasaan kecewa, sedih, dan menyesal bercampur aduk menjadi
satu dalam benak Mariam. Begitu ia kembali ke rumahnya, ia mendapati ibunya
telah gantung diri di hutan.
Setelah
kematian ibunya, Jalil datang menjemputnya. Sejumput harapan tumbuh dalam hati
Mariam. Setelah sekian lama, akhirnya ayahnya mengajaknya untuk tinggal bersama
di rumahnya yang indah dan megah. Selama beberapa hari di rumah tersebut,
Mariam justru merasa tidak nyaman dan merasa sedih berada di tengah-tengah
istri-istri dan anak-anak Jalil. Sebuah berita yang membuatnya semakin terpukul
adalah keputusan Jalil (berkat desakan istri-istrinya) untuk menikahkannya
dengan seorang pengusaha dari Kota Kabul. Di usianya yang masih 15 tahun,
Mariam dinikahkan dengan seorang pria jangkung berperut buncit dan berusia 45
tahun. Setelah selesai akad nikah,
Mariam harus ikut mendampingi suaminya tinggal di Kabul.
Rasheed,
suami Mariam adalah seorang duda yang istrinya telah meninggal dunia, dan
beberapa tahun sebelumnya anak laki-lakinya mati tenggelam di danau. Rasheed
ternyata bukanlah seorang pria yang penyayang, tetapi kasar. Mariam harus
menuruti setiap perkataannya, bila tidak, ia akan dipukuli. Pada kehamilan
pertama Mariam, Rasheed begitu memperhatikannya dan menjaganya, namun Mariam
akhirnya keguguran. Rasheed kembali bersikap kasar kepada Mariam. Pada
kehamilan Mariam yang kedua kalinya, Rasheed kembali bersikap penuh perhatian
dan berharap bisa mendapatkan seorang anak lelaki. Akan tetapi, lagi-lagi
Mariam keguguran dan Rasheed menjadi seperti semula.
Laila
adalah seorang anak yang periang dan pandai. Ia adalah tetangga Rasheed. Pada
saat Mariam baru saja pindah ke kota Kabul, Laila baru berusia 6 tahun. Laila
adalah gadis yang sangat cantik, memiliki rambut panjang keriting dan pirang,
dengan alis tebal serta bibir semerah delima. Mammynya adalah seorang wanita
yang suka mengoceh, sedangkan ayahnya yang ia sebut babi adalah seorang guru
yang sabar dan penuh pengertian. Dua kakak laki-lakinya, Ahmad dan Noor, pergi ikut
berjuang melawan Soviet.
Laila
mempunyai seorang teman dekat bernama Tariq. Rumah Tariq bersebelahan dengan
rumahnya. Kemana pun Laila pergi, Tariq selalu menyertainya. Mereka berangkat
ke sekolah bersama dan bermain bersama. Tariq adalah seorang yang pemberani
meski sebelah kakinya menggunakan kaki palsu dan berjalan agak terpincang. Ia
selalu melindungi Laila dari gangguan anak-anak lelaki yang seringkali mengejek
dan melecehkan Laila.
Suatu
hari berita buruk menghampiri keluarga Laila. Kedua kakak laki-lakinya tewas
dalam peperangan. Hal ini membuat mammynya begitu bersedih. Keceriaan yang
selalu dimilikinya hilang begitu saja, ia mengurung diri selama berbulan-bulan
lamanya di dalam kamar. Penyakit ringan mulai menyerangnya. Laila pun terpaksa
mengambil alih seluruh pekerjaan rumah tangga. Peperangan telah membuat hidup
warga Afganistan dipenuhi rasa takut dan cemas yang berkepanjangan, entah siapa
yang akan tewas berikutnya. Pembunuhan, pengeboman, dan penjarahan terjadi
setiap harinya. Pada suatu hari setelah Najibullah menyerah, entah mengapa,
mammy Laila kembali seperti sedia kala bersemangat dan ceria.
Seiring
berjalannya waktu, rupanya kebersamaan telah menumbuhkan benih-benih asmara
antara Laila dan Tariq. Bahkan suatu waktu, Tariq pernah berkata kepada Laila
ia rela membunuh demi Laila. Tariq yang telah tumbuh menjadi pemuda berusia 16
tahun telah membuat Laila tiada henti memikirkannya. Pada saat pertikaian
terjadi di antara berbagai fraksi Mujahiddin, kekacauan menjadi semakin parah,
banyak keluarga yang telah berkemas meninggalkan Afganistan dan mengungsi di
Pakistan dan Iran. Salah satu diantara mereka yang memutuskan untuk pergi
adalah keluarga Tariq. Laila merasa sangat terpukul begitu mendengar kabar
tersebut dari mulut Tariq sendiri. Dan dalam keadaan sedih, kecewa, dan putus
asa terjadilah percintaan yang terlarang di antara mereka. Tariq ingin
mengajaknya pergi bersama dan bersedia menikahinya. Akan tetapi, Laila tak
mungkin bisa meninggalkan babi dan mammynya di Afaganistan. Beberapa minggu
setelah kepergian Tariq, keluarga Laila pun memutuskan untuk pergi meninggalkan
Afganistan. Namun, sesaat sebelum mereka pergi, bom telah menghujam rumah
mereka. Babi dan mammynya meninggal, sementara ia ditemukan terhimpit dan
terluka di balik reruntuhan tembok.
Mariam
dan Laila ….
Rasheedlah
yang telah menemukan dan menolong Laila dari reruntuhan dinding. Rasheed
membawa Laila untuk dirawat dan diobati di rumahnya. Di tengah duka yang mendalam, datang pula
seorang pria yang mengaku pernah bertemu Tariq di pengungsian dan rumah sakit.
Ia bercerita bahwa truk yang di tumpangi tariq dan keluarganya di bom. Ayah dan
Ibu Tariq tewas seketika, sedangkan Tariq telah kehilangan satu lagi kakinya
dan beberapa hari setelah dirawat di rumah sakit ia meninggal dunia. Laila
semakin bersedih dan kehilangan harapan untuk dapat bertemu kembali dengan
Tariq.
Selama
ini Rasheed menolong Laila karena ia mempunyai maksud tertentu. Ia ingin
menikahi Laila yang kala itu masih berusia 14 tahun. Mariam yang sebenarnya
sangat tidak setuju, tak kuasa menentang keinginan suaminya. Setelah dua bulan
berselang, Laila menyadari dirinya sedang hamil, mengandung buah cintanya
bersama Tariq. Mau tidak mau, ia segera bersedia untuk menikah dengan Rasheed
demi membesarkan satu-satunya peninggalan Tariq, kekasihnya. Laila mendapatkan
perhatian yang sangat berlebihan dari Rasheed, membuat Mariam menjadi benci dan
kesal kepadanya. Laila melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik, berkulit
putih, berambut pirang, dan bermata hijau yang diberi nama Aziza. Laila sangat
menyayangi putrinya. Akan tetapi, Rasheed justru tidak menyukai bayi tersebut.
Dalam
kehidupan rumah tangganya Laila lebih berani menentang Rasheed, sedangkan
Mariam tetap menjadi istri yang patuh. Tak jarang bila Rasheed kesal kepada
Laila, Mariamlah yang menjadi sasarannya. Mariam semakin membenci Laila.
Terkadang Laila ingin berbagi cerita
dengan Mariam, namun Mariam selalu mencemooh dirinya. Laila dan Mariam hampir
setiap hari bertengkar ketika Rasheed sedang ke luar untuk bekerja di toko.
Aziza yang tumbuh menjadi bayi yang lucu dan menggemaskan membuat rasa benci
Mariam semakin hari semakin luntur. Mariam sering mengajak Aziza bermain
bersamanya sehingga ia dan Laila menjadi lebih sering berbagi cerita.
Lama-kelamaan
persahabatan antara Mariam dan Laila tumbuh menjadi rasa saling menyayangi.
Mereka yang tidak tahan akan sikap dan kelakuan kasar Rasheed, merencanakan
untuk kabur ke Pakistan. Pada saat Rasheed keluar rumah untuk bekerja, mereka
menjalankan rencana mereka. Dengan mengendarai taksi mereka tiba di perbatasan.
Pada waktu itu, semua wanita di larang
keluar rumah tanpa didampingi oleh muhrim. Mereka pun meminta tolong kepada
orang yang salah dan membuat mereka diinterogasi serta dipulangkan ke rumah.
Rasheed yang mengetahui bahwa kedua
istrinya telah berusaha kabur, amat sangat geram. Ia mengurung Laila dan aziza
di dalam kamar yang ditutupi oleh papan hingga tak tampak cahaya sedikit pun. Mereka
berdua dikurung sehari semalam hingga mereka merasa kepanasan dan kehausan.
Bahkan Aziza sempat tak sadarkan diri. Sementara di luar, Mariam disiksa, ditendang,
dijambak dan dipukuli dengan sabuk pinggang Rasheed.
Masa-masa
Taliban berkuasa, begitu banyak aturan yang berlakukan di negeri Afganistan.
Wanita-wanita diwajibkan memakai burqa ketika ke luar rumah, dilarang memakai
perhiasan, dilarang tertawa didepan umum, semua anak perempuan dilarang
bersekolah, dilarang bernyanyi, dilarang menonton film dan televisi, dan
sebagainya. Apabila ada yang melanggar, maka hukuman ringan sampai hukuman
berat akan diterimanya. Keadaan di Kabul semakin parah, semakin banyak
pembantaian yang terjadi dan keperluan sehari-hari semakin sulit didapatkan.
Akibatnya usaha toko sepatu Rasheed pun bangkrut. Ia terpaksa mencari pekerjaan
lain.
Pada
saat Aziza menginjak usia 4 tahun, Laila melahirkan anak keduanya, putranya
dari Rasheed. Zalmai sangat mirip dengan ayahnya bertubuh gemuk, berambut
keriting dan bermata coklat. Kekhawatiran bahwa ia tidak akan mencintai anak
Rasheed seperti ia mencintai anak Tariq, tidak terjadi. Laila menyayangi Zalmai
sama seperti Aziza. Hanya saja Zalmai lebih sayang dan penurut kepada ayahnya.
Karena
aturan yang dibuat penguasa Taliban, Laila terpaksa menyekolahkan Aziza secara
sembunyi-sembunyi di sebuah panti asuhan milik seoarang pria baik hati bernama
Zaman. Setiap hari Laila mengunjungi Aziza di sekolahnya, Rasheed mengantarnya
sebelum ia berangkat kerja. Hingga tibalah pada suatu hari, Laila bertemu
dengan seseorang dari masa lalunya yang selama ini ia rindukan. Ia pun bergegas
mendekati dan memeluknya. Ternyata Tariq masih hidup! Laila dan Mariam pun
mengajaknya ke rumah mereka sementara Rasheed sedang tidak di rumah. Laila dan
Tariq kemudian saling bertukar cerita tentang kehidupan mereka selama berpisah.
Tariq begitu terkejut dan senang setelah mengetahui bahwa ia mempunyai seorang
putri cantik yang bernama Aziza. Pria yang dulunya menemui Laila dan membawa
kabar tentang meninggalnya Tariq ternyata adalah orang yang disewa oleh Rasheed
untuk berpura-pura telah bertemu dengan Tariq.
Ketegangan
terjadi pada saat makan malam, Zalmai mengadu pada Rasheed bahwa ibunya telah
bertemu dengan seorang pria berkaki pincang dan ia membawa lelaki tersebut ke
rumahnya. Dengan penuh rasa amarah, Rasheed menyerang Laila, memukul dan
menendangnya. Namun, Laila membalasnya dengan satu pukulan keras. Rasheed tak
berkutik dan berhenti. Laila menyangka dirinya telah berhasil memenangkan
pertarungan. Namun, ternyata Rasheed melanjutkan pukulannya, pukulan yang jauh
lebih keras kepada Laila. Mariam yang bermaksud menolong justru menjadi sasaran
Rasheed yang selanjutnya. Pergulatan diantara mereka berlangsung lama hingga
pada saat Rasheed mencekik leher Laila dan nyaris membunuhnya, Mariam mengambil
keputusan terbesar dalam hidupnya, hal yang baru pertama kali ia lakukan, ia
menyerang Rasheed dengan ujung sekop
yang tajam.
Mariam
menyuruh Laila membawa anak-anaknya pergi bersama tariq, sementara ia
menyerahkan diri ke kantor polisi. Di dalam penjara, ia merasa dirinya kembali
tinggal di kolba, tempat tinggal masa kecilnya. Semua orang di dalam sel
menyukainya, meskipun ia merupakan satu-satunya tahanan pembunuh. Ia telah
mengaku bersalah di depan pengadilan, dan akhirnya dijatuhi hukuman mati di
depan ribuan orang yang memadati kota.
Setelah
menikah, Laila dan Tariq hidup berbahagia bersama anak-anakntya di Muree,
Pakistan. Namun, setelah beberapa lama hidup dalam kenyamanan. Laila sering
bermimpi tentang kota Kabul. Ia ingin kembali ke Kabul dan Tariq menyetujuinya.
Mereka berangkat ke Kabul. Tariq manjaga anak-anaknya di hotel, sementara Laila
berangkat ke Herat, kampung halaman Mariam. Di sana ia mengunjungi rumah kolba
Mariam yang telah tak berpenghuni. Bayangan tentang Mariam, tentang cerita masa
kecil Mariam tiba-tiba muncul begitu jelas dalam ingatan Laila. Putra Mullah
Faizullah, guru mengaji Mariam ketika masih kecil, menyerahkan sebuah kotak
yang ditujukan untuk Mariam dari ayahnya Jalil beberapa saat sebelum ia
meninggal. Kotak tersebut dititipkan Jalil kepada Mullah Faizullah, namun
sampai Mullah Faizullah meninggal dunia Mariam tak kunjung datang hingga ia
serahkan kepada putranya, Hamzah. Mariam pun kini telah tiada, sehingga kotak
tersebut diserahkan kepada Laila. Kotak tersebut berisi sepucuk surat, sebuah
karung berisi uang, dan sebuah kaset Film Pinokio, film yang sangat ingin
Mariam tonton bersama ayahnya di bioskop semasa kecilnya.
Hal
yang paling menyentuh dalam buku ini adalah kehidupan orang-orang di Afganistan
yang tiada henti dicekam rasa cemas dan ketakutan akan kehilangan orang-orang
yang dicintai. Dan yang membuatku berurai air mata hingga berderai-derai dan
terisak-isak adalah kehidupan semasa kecil Mariam yang kurang kasih sayang,
membayangkan dirinya yang hanya tinggal berdua dengan ibunya di tengah hutan di
dalam sebuah kolba berukuran kecil, bermain seorang diri, tiada teman untuk
berbagi. Mariam tumbuh dewasa dan menjadi seorang istri yang penuh pengorbanan
dan pengabdian, namun tak pernah sedikitpun dihargai. Hingga di penghujung hidupnya pun ia tetap berkorban demi orang
yang dicintai dan disayanginya. Dan juga hal yang sangat menyesakkan dada
adalah perpisahan antara Laila dan Tariq, menyisakan perasaan rindu
berkepanjangan yang dirasakan Laila kepada Tariq, serta kematian orang tua
Laila akibat penyerangan bom yang meluluh lantakkan segala impian dan
harapannya. Ya, kehilangan adalah hal yang paling menyakitkan dan mungkin akan
sulit terobati.
Riyuni Mark
^_^
No comments:
Post a Comment