Saturday, November 5, 2011

A Thousand Splendid Suns


Kisah perjuangan dan pengorbanan dua wanita yang menyayat hati….
 


Setelah novel pertamanya The Kite Runner, kini Khaled Hosseini mengaduk-aduk emosi dan perasaan saya lewat novel keduanya yang berjudul A Thousand Splendid Suns. Novel yang versi originalnya diterbitkan oleh Qanita dan versi Bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Mizan, merupakan novel yang spektakuler, menyentuh hati, memberi inspirasi tentang patriotisme dan pengorbanan serta membawa imajinasi terbang ke Afganistan. Novel setebal 620 halaman ini membuat saya tak ingin berhenti untuk membacanya. 

Buku ini sangat layak untuk dibaca dengan narasi yang jelas dan deskripsi tokoh yang begitu detail, kuat, dan jelas. Berkisah tentang dua orang wanita yang berasal dari tempat yang berbeda, tidak saling mengenal, kemudian bertemu, saling membenci, hingga akhirnya berubah menjadi saling menyayangi dan berbuah pengorbanan besar. Berlatar belakang di Afganistan, negeri yang beberapa dekade terakhir dilanda peperangan dan kekacauan yang dibaliknya terdapat kisah cinta, kehidupan yang memilukan, dan kisah tragis korban penyerangan yang membabi buta.

Mariam adalah seorang harami, buah percintaan terlarang antara Jalil seorang pengusaha kaya di daerah Herat dengan salah seorang pelayan rumahnya. Mariam dibesarkan oleh ibunya yang dipanggilnya Nana. Mereka tinggal di dalam sebuah kolba berukuran kecil di tengah hutan yang dibangun oleh Jalil untuk mengungsikan mereka berdua dari ketiga istri dan anak-anak Jalil. Mariam seringkali bersedih ketika ibunya memperlakukannya secara kasar, meski hati kecilnya berkata Nana sangatlah menyayanginya. Kedatangan Jalil setiap hari Kamis menjadi pelipur lara baginya. Hanya dengan berjalan-jalan di sekitar hutan atau duduk-duduk sambil bercerita bersama Jalil sudah membuatnya begitu bahagia. Mariam sangat menyayangi ayahnya, sebaliknya Nana justru begitu membenci Jalil. Begitu Jalil pergi meninggalkan mereka di kolba, ia akan berteriak mengumpat Jalil dan keluarganya. Nana pernah mengancam Mariam, jika Mariam pergi meninggalkannya seorang diri, maka ia akan bunuh diri.

Suatu hari Mariam sangat ingin pergi bersama Jalil ke bioskop untuk menonton film Pinokio. Ia menunggu Jalil sepanjang hari, namun ia tak kunjung datang. Hingga akhirnya ia nekat pergi ke rumah Jalil yang jauh di kota dan belum pernah ia datangi. Ia begitu berharap bertemu dengan ayahnya, akan tetapi ia justru tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah ayahnya. Ia menunggu sepanjang hari di depan gerbang, hingga hari berganti pagi. Namun Jalil tak jua muncul dari dalam rumah untuk menemuinya. Perasaan kecewa, sedih, dan menyesal bercampur aduk menjadi satu dalam benak Mariam. Begitu ia kembali ke rumahnya, ia mendapati ibunya telah gantung diri di hutan.

Setelah kematian ibunya, Jalil datang menjemputnya. Sejumput harapan tumbuh dalam hati Mariam. Setelah sekian lama, akhirnya ayahnya mengajaknya untuk tinggal bersama di rumahnya yang indah dan megah. Selama beberapa hari di rumah tersebut, Mariam justru merasa tidak nyaman dan merasa sedih berada di tengah-tengah istri-istri dan anak-anak Jalil. Sebuah berita yang membuatnya semakin terpukul adalah keputusan Jalil (berkat desakan istri-istrinya) untuk menikahkannya dengan seorang pengusaha dari Kota Kabul. Di usianya yang masih 15 tahun, Mariam dinikahkan dengan seorang pria jangkung berperut buncit dan berusia 45 tahun.  Setelah selesai akad nikah, Mariam harus ikut mendampingi suaminya tinggal di Kabul.

Rasheed, suami Mariam adalah seorang duda yang istrinya telah meninggal dunia, dan beberapa tahun sebelumnya anak laki-lakinya mati tenggelam di danau. Rasheed ternyata bukanlah seorang pria yang penyayang, tetapi kasar. Mariam harus menuruti setiap perkataannya, bila tidak, ia akan dipukuli. Pada kehamilan pertama Mariam, Rasheed begitu memperhatikannya dan menjaganya, namun Mariam akhirnya keguguran. Rasheed kembali bersikap kasar kepada Mariam. Pada kehamilan Mariam yang kedua kalinya, Rasheed kembali bersikap penuh perhatian dan berharap bisa mendapatkan seorang anak lelaki. Akan tetapi, lagi-lagi Mariam keguguran dan Rasheed menjadi seperti semula.

Laila adalah seorang anak yang periang dan pandai. Ia adalah tetangga Rasheed. Pada saat Mariam baru saja pindah ke kota Kabul, Laila baru berusia 6 tahun. Laila adalah gadis yang sangat cantik, memiliki rambut panjang keriting dan pirang, dengan alis tebal serta bibir semerah delima. Mammynya adalah seorang wanita yang suka mengoceh, sedangkan ayahnya yang ia sebut babi adalah seorang guru yang sabar dan penuh pengertian. Dua kakak laki-lakinya, Ahmad dan Noor, pergi ikut berjuang melawan Soviet.

Laila mempunyai seorang teman dekat bernama Tariq. Rumah Tariq bersebelahan dengan rumahnya. Kemana pun Laila pergi, Tariq selalu menyertainya. Mereka berangkat ke sekolah bersama dan bermain bersama. Tariq adalah seorang yang pemberani meski sebelah kakinya menggunakan kaki palsu dan berjalan agak terpincang. Ia selalu melindungi Laila dari gangguan anak-anak lelaki yang seringkali mengejek dan melecehkan Laila.

Suatu hari berita buruk menghampiri keluarga Laila. Kedua kakak laki-lakinya tewas dalam peperangan. Hal ini membuat mammynya begitu bersedih. Keceriaan yang selalu dimilikinya hilang begitu saja, ia mengurung diri selama berbulan-bulan lamanya di dalam kamar. Penyakit ringan mulai menyerangnya. Laila pun terpaksa mengambil alih seluruh pekerjaan rumah tangga. Peperangan telah membuat hidup warga Afganistan dipenuhi rasa takut dan cemas yang berkepanjangan, entah siapa yang akan tewas berikutnya. Pembunuhan, pengeboman, dan penjarahan terjadi setiap harinya. Pada suatu hari setelah Najibullah menyerah, entah mengapa, mammy Laila kembali seperti sedia kala bersemangat dan ceria.

Seiring berjalannya waktu, rupanya kebersamaan telah menumbuhkan benih-benih asmara antara Laila dan Tariq. Bahkan suatu waktu, Tariq pernah berkata kepada Laila ia rela membunuh demi Laila. Tariq yang telah tumbuh menjadi pemuda berusia 16 tahun telah membuat Laila tiada henti memikirkannya. Pada saat pertikaian terjadi di antara berbagai fraksi Mujahiddin, kekacauan menjadi semakin parah, banyak keluarga yang telah berkemas meninggalkan Afganistan dan mengungsi di Pakistan dan Iran. Salah satu diantara mereka yang memutuskan untuk pergi adalah keluarga Tariq. Laila merasa sangat terpukul begitu mendengar kabar tersebut dari mulut Tariq sendiri. Dan dalam keadaan sedih, kecewa, dan putus asa terjadilah percintaan yang terlarang di antara mereka. Tariq ingin mengajaknya pergi bersama dan bersedia menikahinya. Akan tetapi, Laila tak mungkin bisa meninggalkan babi dan mammynya di Afaganistan. Beberapa minggu setelah kepergian Tariq, keluarga Laila pun memutuskan untuk pergi meninggalkan Afganistan. Namun, sesaat sebelum mereka pergi, bom telah menghujam rumah mereka. Babi dan mammynya meninggal, sementara ia ditemukan terhimpit dan terluka di balik reruntuhan tembok.

Mariam dan Laila ….
Rasheedlah yang telah menemukan dan menolong Laila dari reruntuhan dinding. Rasheed membawa Laila untuk dirawat dan diobati di rumahnya.  Di tengah duka yang mendalam, datang pula seorang pria yang mengaku pernah bertemu Tariq di pengungsian dan rumah sakit. Ia bercerita bahwa truk yang di tumpangi tariq dan keluarganya di bom. Ayah dan Ibu Tariq tewas seketika, sedangkan Tariq telah kehilangan satu lagi kakinya dan beberapa hari setelah dirawat di rumah sakit ia meninggal dunia. Laila semakin bersedih dan kehilangan harapan untuk dapat bertemu kembali dengan Tariq.

Selama ini Rasheed menolong Laila karena ia mempunyai maksud tertentu. Ia ingin menikahi Laila yang kala itu masih berusia 14 tahun. Mariam yang sebenarnya sangat tidak setuju, tak kuasa menentang keinginan suaminya. Setelah dua bulan berselang, Laila menyadari dirinya sedang hamil, mengandung buah cintanya bersama Tariq. Mau tidak mau, ia segera bersedia untuk menikah dengan Rasheed demi membesarkan satu-satunya peninggalan Tariq, kekasihnya. Laila mendapatkan perhatian yang sangat berlebihan dari Rasheed, membuat Mariam menjadi benci dan kesal kepadanya. Laila melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik, berkulit putih, berambut pirang, dan bermata hijau yang diberi nama Aziza. Laila sangat menyayangi putrinya. Akan tetapi, Rasheed justru tidak menyukai bayi tersebut.

Dalam kehidupan rumah tangganya Laila lebih berani menentang Rasheed, sedangkan Mariam tetap menjadi istri yang patuh. Tak jarang bila Rasheed kesal kepada Laila, Mariamlah yang menjadi sasarannya. Mariam semakin membenci Laila. Terkadang Laila ingin  berbagi cerita dengan Mariam, namun Mariam selalu mencemooh dirinya. Laila dan Mariam hampir setiap hari bertengkar ketika Rasheed sedang ke luar untuk bekerja di toko. Aziza yang tumbuh menjadi bayi yang lucu dan menggemaskan membuat rasa benci Mariam semakin hari semakin luntur. Mariam sering mengajak Aziza bermain bersamanya sehingga ia dan Laila menjadi lebih sering berbagi cerita.

Lama-kelamaan persahabatan antara Mariam dan Laila tumbuh menjadi rasa saling menyayangi. Mereka yang tidak tahan akan sikap dan kelakuan kasar Rasheed, merencanakan untuk kabur ke Pakistan. Pada saat Rasheed keluar rumah untuk bekerja, mereka menjalankan rencana mereka. Dengan mengendarai taksi mereka tiba di perbatasan. Pada waktu itu, semua  wanita di larang keluar rumah tanpa didampingi oleh muhrim. Mereka pun meminta tolong kepada orang yang salah dan membuat mereka diinterogasi serta dipulangkan ke rumah. Rasheed yang mengetahui  bahwa kedua istrinya telah berusaha kabur, amat sangat geram. Ia mengurung Laila dan aziza di dalam kamar yang ditutupi oleh papan hingga tak tampak cahaya sedikit pun. Mereka berdua dikurung sehari semalam hingga mereka merasa kepanasan dan kehausan. Bahkan Aziza sempat tak sadarkan diri. Sementara di luar, Mariam disiksa, ditendang, dijambak dan dipukuli dengan sabuk pinggang Rasheed.

Masa-masa Taliban berkuasa, begitu banyak aturan yang berlakukan di negeri Afganistan. Wanita-wanita diwajibkan memakai burqa ketika ke luar rumah, dilarang memakai perhiasan, dilarang tertawa didepan umum, semua anak perempuan dilarang bersekolah, dilarang bernyanyi, dilarang menonton film dan televisi, dan sebagainya. Apabila ada yang melanggar, maka hukuman ringan sampai hukuman berat akan diterimanya. Keadaan di Kabul semakin parah, semakin banyak pembantaian yang terjadi dan keperluan sehari-hari semakin sulit didapatkan. Akibatnya usaha toko sepatu Rasheed pun bangkrut. Ia terpaksa mencari pekerjaan lain.

Pada saat Aziza menginjak usia 4 tahun, Laila melahirkan anak keduanya, putranya dari Rasheed. Zalmai sangat mirip dengan ayahnya bertubuh gemuk, berambut keriting dan bermata coklat. Kekhawatiran bahwa ia tidak akan mencintai anak Rasheed seperti ia mencintai anak Tariq, tidak terjadi. Laila menyayangi Zalmai sama seperti Aziza. Hanya saja Zalmai lebih sayang dan penurut kepada ayahnya.

Karena aturan yang dibuat penguasa Taliban, Laila terpaksa menyekolahkan Aziza secara sembunyi-sembunyi di sebuah panti asuhan milik seoarang pria baik hati bernama Zaman. Setiap hari Laila mengunjungi Aziza di sekolahnya, Rasheed mengantarnya sebelum ia berangkat kerja. Hingga tibalah pada suatu hari, Laila bertemu dengan seseorang dari masa lalunya yang selama ini ia rindukan. Ia pun bergegas mendekati dan memeluknya. Ternyata Tariq masih hidup! Laila dan Mariam pun mengajaknya ke rumah mereka sementara Rasheed sedang tidak di rumah. Laila dan Tariq kemudian saling bertukar cerita tentang kehidupan mereka selama berpisah. Tariq begitu terkejut dan senang setelah mengetahui bahwa ia mempunyai seorang putri cantik yang bernama Aziza. Pria yang dulunya menemui Laila dan membawa kabar tentang meninggalnya Tariq ternyata adalah orang yang disewa oleh Rasheed untuk berpura-pura telah bertemu dengan Tariq.

Ketegangan terjadi pada saat makan malam, Zalmai mengadu pada Rasheed bahwa ibunya telah bertemu dengan seorang pria berkaki pincang dan ia membawa lelaki tersebut ke rumahnya. Dengan penuh rasa amarah, Rasheed menyerang Laila, memukul dan menendangnya. Namun, Laila membalasnya dengan satu pukulan keras. Rasheed tak berkutik dan berhenti. Laila menyangka dirinya telah berhasil memenangkan pertarungan. Namun, ternyata Rasheed melanjutkan pukulannya, pukulan yang jauh lebih keras kepada Laila. Mariam yang bermaksud menolong justru menjadi sasaran Rasheed yang selanjutnya. Pergulatan diantara mereka berlangsung lama hingga pada saat Rasheed mencekik leher Laila dan nyaris membunuhnya, Mariam mengambil keputusan terbesar dalam hidupnya, hal yang baru pertama kali ia lakukan, ia menyerang Rasheed dengan  ujung sekop yang tajam.

Mariam menyuruh Laila membawa anak-anaknya pergi bersama tariq, sementara ia menyerahkan diri ke kantor polisi. Di dalam penjara, ia merasa dirinya kembali tinggal di kolba, tempat tinggal masa kecilnya. Semua orang di dalam sel menyukainya, meskipun ia merupakan satu-satunya tahanan pembunuh. Ia telah mengaku bersalah di depan pengadilan, dan akhirnya dijatuhi hukuman mati di depan ribuan orang yang memadati kota.

Setelah menikah, Laila dan Tariq hidup berbahagia bersama anak-anakntya di Muree, Pakistan. Namun, setelah beberapa lama hidup dalam kenyamanan. Laila sering bermimpi tentang kota Kabul. Ia ingin kembali ke Kabul dan Tariq menyetujuinya. Mereka berangkat ke Kabul. Tariq manjaga anak-anaknya di hotel, sementara Laila berangkat ke Herat, kampung halaman Mariam. Di sana ia mengunjungi rumah kolba Mariam yang telah tak berpenghuni. Bayangan tentang Mariam, tentang cerita masa kecil Mariam tiba-tiba muncul begitu jelas dalam ingatan Laila. Putra Mullah Faizullah, guru mengaji Mariam ketika masih kecil, menyerahkan sebuah kotak yang ditujukan untuk Mariam dari ayahnya Jalil beberapa saat sebelum ia meninggal. Kotak tersebut dititipkan Jalil kepada Mullah Faizullah, namun sampai Mullah Faizullah meninggal dunia Mariam tak kunjung datang hingga ia serahkan kepada putranya, Hamzah. Mariam pun kini telah tiada, sehingga kotak tersebut diserahkan kepada Laila. Kotak tersebut berisi sepucuk surat, sebuah karung berisi uang, dan sebuah kaset Film Pinokio, film yang sangat ingin Mariam tonton bersama ayahnya di bioskop semasa kecilnya.

Hal yang paling menyentuh dalam buku ini adalah kehidupan orang-orang di Afganistan yang tiada henti dicekam rasa cemas dan ketakutan akan kehilangan orang-orang yang dicintai. Dan yang membuatku berurai air mata hingga berderai-derai dan terisak-isak adalah kehidupan semasa kecil Mariam yang kurang kasih sayang, membayangkan dirinya yang hanya tinggal berdua dengan ibunya di tengah hutan di dalam sebuah kolba berukuran kecil, bermain seorang diri, tiada teman untuk berbagi. Mariam tumbuh dewasa dan menjadi seorang istri yang penuh pengorbanan dan pengabdian, namun tak pernah sedikitpun dihargai. Hingga di penghujung  hidupnya pun ia tetap berkorban demi orang yang dicintai dan disayanginya. Dan juga hal yang sangat menyesakkan dada adalah perpisahan antara Laila dan Tariq, menyisakan perasaan rindu berkepanjangan yang dirasakan Laila kepada Tariq, serta kematian orang tua Laila akibat penyerangan bom yang meluluh lantakkan segala impian dan harapannya. Ya, kehilangan adalah hal yang paling menyakitkan dan mungkin akan sulit terobati.

                                                                                             Riyuni Mark
                                                                                                   ^_^

No comments:

Post a Comment