check the movie trailer
Finally, I’ve watched the
movie after the book made me cry so much a year ago.
This is The Kite Runner…..
Well,
cerita diawali oleh kisah persahabatan antara Amir dan Hasan. Amir adalah putra
seorang pengusaha kaya yang terhormat, ibunya telah meninggal pada saat
melahirkannya. Sedangkan Hasan adalah anak seorang pelayan di rumah Amir. Ali,
ayah Hasan adalah pelayan setia yang telah mengabdi selama puluhan tahun di
rumah tersebut. Begitu pun dengan Hasan yang selalu mendampingi ke mana pun
Amir pergi. Setiap hari, sebelum berangkat sekolah, Hasan telah menyiapkan
segala perlengkapan sekolah dan sarapan
untuk Amir. Mereka berdua tak jarang
menghabiskan waktu di bawah pohon delima sembari Amir membacakan buku cerita
untuk Hasan. Hasan sangat terpukau dengan cerita-cerita yang dibacakan oleh
Amir terutama cerita tentang ‘Rostam dan
Sohrab’. Ketenangan mereka selalu terganggu oleh kehadiran
Assef dan kawan-kawannya yang selalu mengejek Amir yang telah menampung seorang
Hazara seperti Hasan. Pada waktu itu, suku Hazara dipandang sebagai kaum yang
hina karena fisik mereka yang berbeda dengan orang Afganistan pada umumnya. Hasan tak peduli meskipun orang-orang
seringkai menghina keluarganya, ia pun tak segan melawan Assef. Sangat
berbeda dengan Amir yang terkesan pengecut.
Baba
atau Ayah Amir memiliki seorang sahabat bernama Rahim Khan. Dia adalah seorang
pria yang bijak yang selalu bersedia mendengar keluh kesah Amir. Ia bahkan
sangat mendukung bakat menulis yang dimiliki oleh Amir. Suatu hari di musim
dingin, seperti biasanya di kota Kabul diadakan turnamen layang-layang dan Amir
berhasil menjadi pemenang setelah berhasil mengalahkan belasan layang-layang lainnya. Setelah
berhasil memenangkan turnamen, Amir pun menerima pujian dari Babanya dan Rahim Khan, sementara
Hasan berlari mengejar layang-layang biru Amir dan berjanji akan membawanya
kembali untuk Amir. Sayang sekali, setelah berhasil mendapatkan layang-layang Amir,
Hasan dikepung oleh Assef dan kawan-kawannya. Assef mengancam Hasan agar menyerahkan
layang-layang tersebut kepadanya, namun Hasan tidak bersedia karena ia telah
berjanji kepada Amir. Akhirnya Hasan pun
dihajar habis-habisan oleh mereka dan parahnya lagi mereka melecehkan Hasan
dengan perbuatan yang tidak bermoral. Amir sebenarnya menyaksikan kejadian
tersebut dibalik dinding, namun ia tidak punya sedikitpun keberanian untuk
menolong Hasan yang telah membelanya mati-matian.
Setelah
kejadian tersebut, pikiran Amir menjadi tidak tenang, setiap kali ia melihat
wajah Hasan ia selalu teringat kejadian tersebut. Ia merasa bersalah, namun enggan untuk menceritakannya kepada siapa pun. Ia
berubah menjadi membenci Hasan meskipun Hasan tetap bersikap baik dan patuh
padanya. Ia pun mengatur siasat agar Hasan diusir dari rumahnya. Ia meletakkan
jam tangan dan uang di bawah kasur Hasan dan menuduhnya telah mencuri. Baba sebenarnya tidak mempercayai
bahwa Hasan telah mencuri, namun Hasan mengakui bahwa ia memang telah
mencuri. Ali terpaksa berkemas dan membawa Hasan pergi. Meskipun dengan sangat
berat hati, Baba melepas kepergian mereka dengan linangan air mata. Amir tetap
tak menampakkan rasa bersalahnya kepada Hasan, ia hanya mengintip dari jendela
kamarnya dan melihat Hasan yang tertunduk lemas pergi meninggalkan rumah dimana
ia menghabiskan masa kecilnya.
Beberapa
tahun setelah kepergian Hasan, Amir dan Babanya meninggalkan Kota Kabul yang
telah terancam oleh kehadiran Partai komunis. Mereka mengungsi selama beberapa
waktu di Peshawar, Pakistan, selanjutnya mereka pindah ke Amerika. Di sana mereka berdua memulai hidup dari nol.
Babanya yang terbiasa dengan kemewahan, terpaksa harus bekerja keras banting
tulang demi menyekolahkan Amir. Hingga akhirnya Amir berhasil menyelesaikan
kuliahnya dengan baik. Tak lama setelah itu, Amir bertemu dengan gadis cantik
bernama Soraya yang juga keturunan Afganistan. Mereka pun menikah dan menjalani
hidup bahagia. Pada saat itu kesehatan Babanya mulai sering terganggu dan pada
akhirnya ia pun meninggal dunia. Amir sukses menjadi
seorang penulis seperti yang dicita-citakannya, namun ia belum juga dikarunia seorang anak.
Pada
suatu hari, Amir mendapat telepon tak terduga dari seorang teman lama yaitu
Rahim Khan. Setelah pembicaraan lewat telepon, ia kembali teringat peristiwa
dua puluh tahun lalu. Rahim Khan berkata, ada jalan untuk kembali menuju
kebaikan. Setelah lama berpikir, Amir pun memutuskan untuk menemui Rahim Khan
yang telah sekarat di Peshawar. Ketika mereka bertemu, Amir melihat Rahim Khan tampak
sangat jauh berbeda dari yang dulu ia kenal. Kini Rahim Khan yang telah sekarat
tinggal berbalut tulang. Rahim Khan menceritakan segalanya, tentang Hasan
tentang masa lalunya. Rahim memperlihatkan foto Hasan bersama anak laki-lakinya
yang diberi nama Sohrab (tokoh cerita kesukaannya yang sering dibacakan oleh
Amir). Ia pernah bertemu dengan Hasan, namun Hasan kini telah tiada dan
putranya Sohrab berada di sebuah panti asuhan di Kabul. Rahim meminta Amir
untuk mencari Sohrab. Namun, Amir menolak untuk mengambil resiko kembali ke
Afganistan. Ia tidak ingin membahayakan dirinya sendiri mengingat istrinya yang
ia tinggal seorang diri di Amerika.
Rahim
khan pun mengemukakan alasan mengapa ia harus menolong anak Hasan. Karena Hasan
merupakan saudara seayah dengannya. Dulu Babanya telah tergoda dengan
kecantikan istri pelayannya sendiri hingga ia hamil dan melahirkan seorang bayi
laki-laki. Setelah melahirkan Hasan, ibunya pergi meninggalkannya entah ke
mana. Dan Ali lah yang telah membesarkannya dengan kasih sayang. Amir tidak
bisa menerima kenyataan bahwa Babanya telah membohonginya hingga akhir
hidupnya. Ia pun teringat mengapa Babanya begitu menyayangi Hasan dan begitu
bersedih ketika Hasan pergi dari rumahnya.
Petualangan
Amir pun dimulai dari satu panti asuhan ke panti asuhan lainnya demi menemukan
Sohrab. Ia menembus berbagai bahaya dan rintangan di tengah berkecamuknya
suasana di Afganistan. Hingga pada akhirnya ia mendapat informasi bahwa Sohrab
telah diambil oleh anggota Taliban. Ia memberanikan diri untuk bertemu dengan
anggota Taliban. Rupanya ia mengenali alah satu dari mereka. Ia adalah orang
yang telah menghancurkan persahabatannya dengan Hasan. Meskipun
dengan cambang, janggut dan sorbangnya, Amir masih mengingat wajah menyeringai
Assef. Amir berjuang dengan sekuat tenaga melawan Assef. Meskipun wajahnya
telah dibenturkan ke kaca hingga berdarah-darah dan mendapatkan pukulan serta
tendangan, ia tidak merasa kesakitan sedikitpun. Ia berjuang menghapus rasa
bersalah terhadap saudaranya. Dan akhirnya ia berhasil membawa kabur Sohrab
dari tempat tersebut.
Amir
membawa serta Sohrab ke Amerika dan menceritakan segala kejadian yang
dialaminya kepada istrinya. Soraya bersedia mengadopsi Sohrab. Namun, sejak
pertama kali bertemu dengan Amir, tak sepatah kata pun keluar dari bibir
Sohrab. Meski demikian, Amir telah berjanji pada dirinya sendiri untuk
membahagiankan Sohrab. Hingga pada suatu hari, di sebuah taman, Sohrab melihat
sebuah layang-layang. Ia berlari mengejar layang-layang tersebut dan tersenyum…..
Kisah tentang pengabdian dan kehidupan Hasan begitu memilukan. Saya teringat dengan kata-kata Hasan kepada Amir dalam buku ini, "aku akan makan tanah jika kau menyuruhku." Houhhh.....di dunia ini apakah ada seorang teman yang seperti itu?
Tidak pernah bosan membaca bukunya, hingga membuat saya menangis bagai mengiris bawang bombai….
Tidak pernah bosan membaca bukunya, hingga membuat saya menangis bagai mengiris bawang bombai….
No comments:
Post a Comment