Sunday, November 27, 2011

The Kite Runner Story




check the movie trailer

Finally, I’ve watched the movie after the book made me cry so much a year ago.
This is The Kite Runner…..

Well, cerita diawali oleh kisah persahabatan antara Amir dan Hasan. Amir adalah putra seorang pengusaha kaya yang terhormat, ibunya telah meninggal pada saat melahirkannya. Sedangkan Hasan adalah anak seorang pelayan di rumah Amir. Ali, ayah Hasan adalah pelayan setia yang telah mengabdi selama puluhan tahun di rumah tersebut. Begitu pun dengan Hasan yang selalu mendampingi ke mana pun Amir pergi. Setiap hari, sebelum berangkat sekolah, Hasan telah menyiapkan segala perlengkapan sekolah dan  sarapan untuk Amir.  Mereka berdua tak jarang menghabiskan waktu di bawah pohon delima sembari Amir membacakan buku cerita untuk Hasan. Hasan sangat terpukau dengan cerita-cerita yang dibacakan oleh Amir terutama cerita tentang ‘Rostam dan Sohrab’. Ketenangan mereka selalu terganggu oleh kehadiran Assef dan kawan-kawannya yang selalu mengejek Amir yang telah menampung seorang Hazara seperti Hasan. Pada waktu itu, suku Hazara dipandang sebagai kaum yang hina karena fisik mereka yang berbeda dengan orang Afganistan pada umumnya.  Hasan tak peduli meskipun orang-orang seringkai menghina keluarganya, ia pun tak segan melawan Assef. Sangat berbeda dengan Amir yang terkesan pengecut. 

Baba atau Ayah Amir memiliki seorang sahabat bernama Rahim Khan. Dia adalah seorang pria yang bijak yang selalu bersedia mendengar keluh kesah Amir. Ia bahkan sangat mendukung bakat menulis yang dimiliki oleh Amir. Suatu hari di musim dingin, seperti biasanya di kota Kabul diadakan turnamen layang-layang dan Amir berhasil menjadi pemenang setelah berhasil mengalahkan belasan layang-layang lainnya. Setelah berhasil memenangkan turnamen, Amir pun menerima pujian dari Babanya dan Rahim Khan, sementara Hasan berlari mengejar layang-layang biru Amir dan berjanji akan membawanya kembali untuk Amir. Sayang sekali, setelah berhasil mendapatkan layang-layang Amir, Hasan dikepung oleh Assef dan kawan-kawannya.  Assef mengancam Hasan agar menyerahkan layang-layang tersebut kepadanya, namun Hasan tidak bersedia karena ia telah berjanji kepada Amir.  Akhirnya Hasan pun dihajar habis-habisan oleh mereka dan parahnya lagi mereka melecehkan Hasan dengan perbuatan yang tidak bermoral. Amir sebenarnya menyaksikan kejadian tersebut dibalik dinding, namun ia tidak punya sedikitpun keberanian untuk menolong Hasan yang telah membelanya mati-matian. 

Setelah kejadian tersebut, pikiran Amir menjadi tidak tenang, setiap kali ia melihat wajah Hasan ia selalu teringat kejadian tersebut. Ia merasa bersalah, namun enggan untuk menceritakannya kepada siapa pun. Ia berubah menjadi membenci Hasan meskipun Hasan tetap bersikap baik dan patuh padanya. Ia pun mengatur siasat agar Hasan diusir dari rumahnya. Ia meletakkan jam tangan dan uang di bawah kasur Hasan dan menuduhnya telah mencuri. Baba sebenarnya tidak mempercayai bahwa Hasan telah mencuri, namun Hasan mengakui bahwa ia memang telah mencuri. Ali terpaksa berkemas dan membawa Hasan pergi. Meskipun dengan sangat berat hati, Baba melepas kepergian mereka dengan linangan air mata. Amir tetap tak menampakkan rasa bersalahnya kepada Hasan, ia hanya mengintip dari jendela kamarnya dan melihat Hasan yang tertunduk lemas pergi meninggalkan rumah dimana ia menghabiskan masa kecilnya.

Beberapa tahun setelah kepergian Hasan, Amir dan Babanya meninggalkan Kota Kabul yang telah terancam oleh kehadiran Partai komunis. Mereka mengungsi selama beberapa waktu di Peshawar, Pakistan, selanjutnya mereka pindah ke Amerika.  Di sana mereka berdua memulai hidup dari nol. Babanya yang terbiasa dengan kemewahan, terpaksa harus bekerja keras banting tulang demi menyekolahkan Amir. Hingga akhirnya Amir berhasil menyelesaikan kuliahnya dengan baik. Tak lama setelah itu, Amir bertemu dengan gadis cantik bernama Soraya yang juga keturunan Afganistan. Mereka pun menikah dan menjalani hidup bahagia. Pada saat itu kesehatan Babanya mulai sering terganggu dan pada akhirnya ia pun meninggal dunia. Amir sukses menjadi seorang penulis seperti yang dicita-citakannya, namun ia belum juga dikarunia seorang anak. 

Pada suatu hari, Amir mendapat telepon tak terduga dari seorang teman lama yaitu Rahim Khan. Setelah pembicaraan lewat telepon, ia kembali teringat peristiwa dua puluh tahun lalu. Rahim Khan berkata, ada jalan untuk kembali menuju kebaikan. Setelah lama berpikir, Amir pun memutuskan untuk menemui Rahim Khan yang telah sekarat di Peshawar. Ketika mereka bertemu, Amir melihat Rahim Khan tampak sangat jauh berbeda dari yang dulu ia kenal. Kini Rahim Khan yang telah sekarat tinggal berbalut tulang. Rahim Khan menceritakan segalanya, tentang Hasan tentang masa lalunya. Rahim memperlihatkan foto Hasan bersama anak laki-lakinya yang diberi nama Sohrab (tokoh cerita kesukaannya yang sering dibacakan oleh Amir). Ia pernah bertemu dengan Hasan, namun Hasan kini telah tiada dan putranya Sohrab berada di sebuah panti asuhan di Kabul. Rahim meminta Amir untuk mencari Sohrab. Namun, Amir menolak untuk mengambil resiko kembali ke Afganistan. Ia tidak ingin membahayakan dirinya sendiri mengingat istrinya yang ia tinggal seorang diri di Amerika. 

Rahim khan pun mengemukakan alasan mengapa ia harus menolong anak Hasan. Karena Hasan merupakan saudara seayah dengannya. Dulu Babanya telah tergoda dengan kecantikan istri pelayannya sendiri hingga ia hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Setelah melahirkan Hasan, ibunya pergi meninggalkannya entah ke mana. Dan Ali lah yang telah membesarkannya dengan kasih sayang. Amir tidak bisa menerima kenyataan bahwa Babanya telah membohonginya hingga akhir hidupnya. Ia pun teringat mengapa Babanya begitu menyayangi Hasan dan begitu bersedih ketika Hasan pergi dari rumahnya.  

Petualangan Amir pun dimulai dari satu panti asuhan ke panti asuhan lainnya demi menemukan Sohrab. Ia menembus berbagai bahaya dan rintangan di tengah berkecamuknya suasana di Afganistan. Hingga pada akhirnya ia mendapat informasi bahwa Sohrab telah diambil oleh anggota Taliban. Ia memberanikan diri untuk bertemu dengan anggota Taliban. Rupanya ia mengenali alah satu dari mereka. Ia adalah orang yang telah menghancurkan persahabatannya dengan Hasan. Meskipun dengan cambang, janggut dan sorbangnya, Amir masih mengingat wajah menyeringai Assef. Amir berjuang dengan sekuat tenaga melawan Assef. Meskipun wajahnya telah dibenturkan ke kaca hingga berdarah-darah dan mendapatkan pukulan serta tendangan, ia tidak merasa kesakitan sedikitpun. Ia berjuang menghapus rasa bersalah terhadap saudaranya. Dan akhirnya ia berhasil membawa kabur Sohrab dari tempat tersebut.

Amir membawa serta Sohrab ke Amerika dan menceritakan segala kejadian yang dialaminya kepada istrinya. Soraya bersedia mengadopsi Sohrab. Namun, sejak pertama kali bertemu dengan Amir, tak sepatah kata pun keluar dari bibir Sohrab. Meski demikian, Amir telah berjanji pada dirinya sendiri untuk membahagiankan Sohrab. Hingga pada suatu hari, di sebuah taman, Sohrab melihat sebuah layang-layang. Ia berlari mengejar layang-layang tersebut dan tersenyum…..

Kisah tentang pengabdian dan kehidupan Hasan begitu memilukan. Saya teringat dengan kata-kata Hasan kepada Amir dalam buku ini, "aku akan makan tanah jika kau menyuruhku." Houhhh.....di dunia ini apakah ada seorang teman yang seperti itu?

Tidak pernah bosan membaca bukunya, hingga membuat saya menangis bagai mengiris bawang bombai….

No comments:

Post a Comment