13 Februari….
Sudah seharian Nira memandangi gaun rancangannya
yang telah selesai, terpajang di sudut kamarnya. Gaun yang sangat cantik
berwarna pink lembut.
Nira tersenyum gugup. Gaun itu akan menjadi
saksi pelepasan masa jomblo yang telah bertahun-tahun disandangnya. Besok malam
ia akan mengenakan gaun kebesarannya itu ke Valentine Party sahabatnya, Caya.
Dan yang paling membuatnya berbangga hati adalah
cowok pujaannya memintanya menjadi pasangan di pesta itu. Nira sudah
benar-benar kege-eran, apapun alasannya, ia yakin Tedy akan menembaknya di
pesta malam itu.
Semua orang mengenal Nira sebagai gadis periang
yang paling sensitive, mudah jatuh cinta, dan mudah pula patah hati. Mungkin karena
alasan itu cowok-cowok jadi gak tega mendekatinya. Padahal, banyak yang bilang,
Nira mirip bintang Hollywood Lindsay Lohan.
14 Februari….
Tedy menyambut Nira bak Cindirella
di pesta Valentine, “Happy Valentine, Lady.” Ucap Tedy menyanjung. Nira jadi
super gugup, “Haaappppy....Valentine too.”
Sepanjang pesta Nira lebih banyak
diam dan hanya tersenyum menanti saat-saat yang paling mendebarkan itu tiba. Ia
agak kesal pada Caya karena gara-gara dia, Tedy belum juga menembaknya malam
itu.
“Duh, kapan sih Caya menyingkir dari
kami berdua?” Nira dongkol dalam hati.
Sampai berjam-jam, Caya masih saja
berada di dekat mereka berdua. Wajah Nira yang sudah kusut sudah tak
mempedulikan keadaan di sekitarnya.
Pukul 10.30 malam, hujan turun
dengan derasnya. Tedy dengan mobil sedan Volvo silvernya mengantar Nira pulang
ke rumahnya. Nira yang tadinya begitu bersemangat, sekarang telah kehilangan
harapan terbesarnya untuk punya pacar.
“Ra, gue mau ngomong sama lo.” Ungkap
Tedy.
Nira dengan mata berbinar-binar
kembali bersemangat, “Ngomong apa? Ngomong aja, nggak apa-apa kok.”
“Gue cuma pengen bilang makasih ya,
dah temanin gue ke pesta. Pesta yang indah…”
Hahhh! Pesta yang indah! “Bagiku
tidak.” Teriak Nira dalam hati.
“Ehmm, makasih ya atas bantuannya.” Lanjut
Tedy
“Bantuan apa?”
“Bantuan tadi….” Tedy tiba-tiba
menepuk keningnya sendiri. “Oh iya, gue belum ngomong ya sama lo, soal Caya?”
Nira yang sepertinya paham apa
maksud perkataan Tedy, diam terpaku di dalam mobil mewah terebut. “Ja..jadi kamu
suka sama Caya?”
Tedy tersenyum manis. “Iya, kami
udah jadian kemarin. Caya sengaja gak ngomong ke lo, katanya biar gue aja yang
bilang.”
“Tapi, Caya kan sudah punya cowok, Ted.”
“Iya, tapi katanya ia bakalan
mutusin si Alan besok. Senang rasanya, Caya memberiku kesempatan.” Ujar
Tedy berseri-seri.
Oh God! Nira baru sadar ternyata
Tedy sudah lama naksir Caya. Dan ia hanyalah sebatas PHB alias penghubung. Ia terlalu
asyik dengan pikirannya sendiri tanpa tahu apa yang sebenarnya telah terjadi di
sekitarnya.
Mulai malam itu, ia berjanji dalam
hati, tidak akan bersedih lagi hanya karena patah hati. Alunan musik membuatnya
terhanyut dengan liriknya yang menyentuh hati dan perasaannya.
My riches can’t but everything
I want to hear the children sing
All I hear is the sound of rain
Falling on the ground
I sit and watch as the tears go by…..
“Kenapa, Ra?”
“Lagunya kok sedih banget ya?” Nira
menyeka air matanya dengan ujung lengan gaunnya. “Bukan karena lo, Ted.” Bisiknya
dalam hati.
Maryunita Mark
No comments:
Post a Comment