Sunday, October 16, 2011

Ketika Air Mataku Jatuh


13 Februari….
Sudah seharian Nira memandangi gaun rancangannya yang telah selesai, terpajang di sudut kamarnya. Gaun yang sangat cantik berwarna pink lembut.
Nira tersenyum gugup. Gaun itu akan menjadi saksi pelepasan masa jomblo yang telah bertahun-tahun disandangnya. Besok malam ia akan mengenakan gaun kebesarannya itu ke Valentine Party sahabatnya, Caya.
Dan yang paling membuatnya berbangga hati adalah cowok pujaannya memintanya menjadi pasangan di pesta itu. Nira sudah benar-benar kege-eran, apapun alasannya, ia yakin Tedy akan menembaknya di pesta malam itu.
Semua orang mengenal Nira sebagai gadis periang yang paling sensitive, mudah jatuh cinta, dan mudah pula patah hati. Mungkin karena alasan itu cowok-cowok jadi gak tega mendekatinya. Padahal, banyak yang bilang, Nira mirip bintang Hollywood Lindsay Lohan.


14 Februari….
            Tedy menyambut Nira bak Cindirella di pesta Valentine, “Happy Valentine, Lady.” Ucap Tedy menyanjung. Nira jadi super gugup, “Haaappppy....Valentine too.”
            Sepanjang pesta Nira lebih banyak diam dan hanya tersenyum menanti saat-saat yang paling mendebarkan itu tiba. Ia agak kesal pada Caya karena gara-gara dia, Tedy belum juga menembaknya malam itu.
            “Duh, kapan sih Caya menyingkir dari kami berdua?” Nira dongkol dalam hati.
            Sampai berjam-jam, Caya masih saja berada di dekat mereka berdua. Wajah Nira yang sudah kusut sudah tak mempedulikan keadaan di sekitarnya.
            Pukul 10.30 malam, hujan turun dengan derasnya. Tedy dengan mobil sedan Volvo silvernya mengantar Nira pulang ke rumahnya. Nira yang tadinya begitu bersemangat, sekarang telah kehilangan harapan terbesarnya untuk punya pacar.
            “Ra, gue mau ngomong sama lo.” Ungkap Tedy.
            Nira dengan mata berbinar-binar kembali bersemangat, “Ngomong apa? Ngomong aja, nggak apa-apa kok.”
            “Gue cuma pengen bilang makasih ya, dah temanin gue ke pesta. Pesta yang indah…”
            Hahhh! Pesta yang indah! “Bagiku tidak.” Teriak Nira dalam hati.
            “Ehmm, makasih ya atas bantuannya.” Lanjut Tedy
            “Bantuan apa?”
           “Bantuan tadi….” Tedy tiba-tiba menepuk keningnya sendiri. “Oh iya, gue belum ngomong ya sama lo, soal Caya?”
            Nira yang sepertinya paham apa maksud perkataan Tedy, diam terpaku di dalam mobil mewah terebut. “Ja..jadi kamu suka sama Caya?”
            Tedy tersenyum manis. “Iya, kami udah jadian kemarin. Caya sengaja gak ngomong ke lo, katanya biar gue aja yang bilang.”
            “Tapi, Caya kan sudah punya cowok, Ted.”
            “Iya, tapi katanya ia bakalan mutusin si Alan besok. Senang rasanya, Caya memberiku kesempatan.” Ujar Tedy berseri-seri.
            Oh God! Nira baru sadar ternyata Tedy sudah lama naksir Caya. Dan ia hanyalah sebatas PHB alias penghubung. Ia terlalu asyik dengan pikirannya sendiri tanpa tahu apa yang sebenarnya telah terjadi di sekitarnya.
            Mulai malam itu, ia berjanji dalam hati, tidak akan bersedih lagi hanya karena patah hati. Alunan musik membuatnya terhanyut dengan liriknya yang menyentuh hati dan perasaannya.

My riches can’t but everything
I want to hear the children sing
All I hear is the sound of rain
Falling on the ground
I sit and watch as the tears go by…..

            “Kenapa, Ra?”
            “Lagunya kok sedih banget ya?” Nira menyeka air matanya dengan ujung lengan gaunnya. “Bukan karena lo, Ted.” Bisiknya dalam hati.



                                                                                                              Maryunita Mark
                                                                                                             04 Feb 07

 

The picture is taken from http://www.pimpmyspace.org/comments/code/1927724/

No comments:

Post a Comment