Monday, July 18, 2011

KONTROVERSI DAN TRANSFORMASI BUDAYA DALAM DRAMA

Ø  BUDAYA DALAM ERA GLOBALISASI
Dunia dewasa ini telah dilanda gelombang globalisasi, yaitu perubahan masyarakat dengan lingkungan dunia yang bersifat imanen, maksudnya alami dan universal sehingga globalisasi sulit untuk di bendung. Karena globalisasi berarti daya dorong yang amat dasyat agar seluruh dunia menjadi satu (John Naiabitt, 1992: 2). Sebagai akibatnya, terjadilah beberapa perubahan yang fundamental dan revolusioner dalam berbagai bidang. Salah satu diantaranya timbulnya keresahan dan kegelisahan di negara kita tentang nasib kebudayaan bangsa, akibat derasnya arus kebudayaan asing, banyak kebudayaan daerah, kesenian tradisional, bahasa daerah, adat istiadat secara tragis mulai tergeser dari kancah dunia. Hal ini tentu saja juga membawa dampak bagi perkembangan dunia pentas atau drama.
Bangsa indonesia dalam mengantisipasi pengaruh negatif dari globalisasi tersebut tetap berpegang pada strategi memfilter dan adaptasi; yakni mesti luwes, pandai dan waspada dalam menghadapi arus kebudayaan asing, tanpa rasa minder budaya serta tanpa bombasme nasionalisme budaya. Maka dari itu, tanpa pembinaan, pengembangan dan mengaktualisasi nilai-nilai tradisi dan budaya daerah secara kritis, kreatif serta inovatif sesuai dengan kemajuan tekhnologi, bangsa kita akan selalu diombang-ambingkan dan dipermainkan oleh budaya asing, hanya mengacu serta terlena budaya Barat yang belum tentu sesuai dengan pribadi bangsa kita.
Ø  KONTROVERSI DAN TRANSFORMASI BUDAYA DALAM DRAMA
Perkembangan tekhnologi informasi saat ini, semakin memudahkan masyarakat  Indonesia dalam mengakses berbagai media yang lebih banyak mengandung budaya modern. Salah satu contohnya adalah tayangan Televisi yang belakangan ini banyak menghadirkan sinetron-sinetron atau sinema-sinema yang lebih mengutamakan nilai komersil dibandingkan nilai moralnya. Para pelakonnya tanpa rasa malu berpenampilan serupa dengan orang-orang berbudaya barat, mengekspos seksualitas, serta meniru-niru gaya hidup yang hedonisme. Hal ini juga tak terlepas dari skenario yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian penonton dan peran sutradara yang kebanyakan telah terkontaminasi oleh budaya-budaya luar/modern.  Para penonton juga amat menentukan bagaimana budaya luar dapat mempengaruhi budaya dalam negeri. Dalam hal ini penonton diberikan pilihan antara tayangan yang layak ditonton dan yang tak layak ditonton. 
Akulturasi budaya yang berdampak negatif ini telah banyak menuai kontroversi dari kalangan masyarakat yang masih memegang teguh budaya timur. Mereka menganggap tontonan semacam itu tak ubahnya sampah yang tak bermanfaat dan justru dapat menimbulkan bau busuk. Budaya yang diperlihatkan bukanlah budaya lokal, melainkan budaya modern seolah- olah menggambarkan masyarakat indonesia hidup dalam kemakmuran, padahal kenyataannya masih sangat banyak masyarakat indonesia yang hidup dalam kemiskinan. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa tontonan yang bersifat tidak mendidik tersebut sebaiknya dihentikan.
Sedikit berbeda dengan pertunjukan drama atau teater yang lebih menitik beratkan pada unsur seni. Drama adalah refleksi dari kehidupan manusia yang direfleksikan di atas panggung secara elegan tanpa dilebih-lebihkan. Namun, seiring dengan perubahan zaman, mau tak mau drama harus berhadapan dengan akulturasi budaya Barat. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, para pelakon harus bisa mengeksplorasi setiap bagian dari drama tanpa harus menimbulkan persepsi yang negatif  pada penonton.  Namun , banyak juga pelaku pertunjukan drama yang bersikap acuh tak acuh dalam mempertahankan budaya lokal.
Tak sedikit pula masyarakat yang pro terhadap adanya akulturasi budaya dalam drama. Mereka menganggap bahwa dengan adanya variasi budaya dalam pertunjukan drama, pemain dapat dengan leluasa bereksplorasi sehingga unsur estetiknya akan lebih terlihat. .Mereka justru percaya pada efek-efek positif  yang dapat dihasilkan oleh percampuran budaya tersebut. Diantaranya dapat memperkaya bangsa tentang pengetahuan budaya-budaya luar, iptek dapat lebih berkembang di negara indonesia serta dapat memacu semangat untuk maju seperti halnya dengan negara-negara barat.
Ø  BENTUK KONTROVERSI BUDAYA DALAM TEATER/FILM
Memoirs of the Geisha yang difilmkan mencetuskan berbagai kontroversi dan bantahan terutama di Jepang dan Cina. Kedua negara mengharamkan tayangannya. Jepang mengharamkannya karena institusi Geisha yang dianggap tidak senonoh dilakonkan sedemikian rupa oleh wanita Cina. Cina menentangnya karena tidak sanggup melihat pelakon cina memegang watak sebagai gadis Geisha. Begitu hebatnya sentimen terhadap budaya yanh telah dipusakakan sejak turun temurun. Hal ini membuktikan bahwa bukan hanya budaya luar/barat yang menjadi kontroversi, tetapi budaya lokalpun bisa dipertentangkan apabila tak sesuai dengan kaidah-kaidah moral.
Sensitive yang demikian tidak pernah berlaku dan tidak akan mungkin berlaku di negara kita. Kita tidak mempunyai sentimen yang kuat terhadap epik atau legenda bangsa. Maka kita tidak pernah membantah walaupun legenda-legenda tersebut dipentaskan atau difilmkan seperti apapun.  Misalnya, sejak turun temurun Hang Tuah adalah simbol keperwiraan melayu. Kita telah mengenal wataknya sebagai pahlawan yang amat setia dan sanggup berkorban apa saja karena raja. Dia sanggup menepikan cintanya terhadap Tun Teja karena kehendak Sultan lebih utama. Hang Tuah dihukum mati karena dikatakan telah berhubungan dengan dayang istana. Kita percaya bahwa itu adalah fitnah semata-mata karena Hang tuah tidak akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum dan peraturan istana. Hidup dan matinya adalah untuk raja dan Malaka. Tetapi, apabila Hang Tuah dipotretkan sebagai watak yang sanggup bersaing degan rajanya untuk memadu kasih dengan seorang perempuan, kita tahu itu bertentangan dengan Hang Tuah yang kita kenal. Namun, begitu kita tidak pernah peduli.  

No comments:

Post a Comment